Media sosial dihebohkan dengan munculnya video syur yang diduga melibatkan Lisa Mariana. Video ini bukan hanya tersebar di kalangan privat tetapi juga menjangkau platform berbayar, menarik perhatian masyarakat luas. Polda Jawa Barat melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) pun turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. Berdasarkan keterangan resmi, penyebaran konten asusila ini menunjukkan tren mengkhawatirkan dalam distribusi pornografi di era digital.
Dari hasil penelusuran pihak kepolisian, kedua video yang kini menjadi bukti utama dalam kasus ini telah beredar sejak 2024. Temuan ini mencuri perhatian sebab penyebarannya melampaui dugaan privasi yang biasanya ada pada konten pribadi. Kombes Pol Hendra Rochmawan, Kabid Humas Polda Jabar, mengonfirmasi bahwa video tersebut muncul di berbagai platform, termasuk aplikasi pesan instan seperti Telegram dan situs web komersial. Hal ini menegaskan bahwa distribusi video ini tidak hanya bersifat casual, tetapi juga menunjukkan adanya kemungkinan motivasi ekonomi di balik penyebarannya.
Kasus ini awalnya dilaporkan oleh Asosiasi Advokat Indonesia, yang membawa tiga klip video sebagai barang bukti. Mereka menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap konten yang melanggar norma kesusilaan. Saat ini, penyidikan memasuki fase baru setelah detil pelacakan jejak digital video syur tersebut menunjukkan jejak yang cukup lama dan terorganisir.
Lisa Mariana sendiri telah menjalani pemeriksaan selama tujuh jam di Polda Jawa Barat pada 15 Juli 2025. Dalam pemeriksaan tersebut, dia tidak membantah keterlibatannya dalam video yang beredar. Penyelidikan juga menunjukkan bahwa pria yang berkolaborasi bersamanya dalam video tersebut adalah F, yang memiliki ciri khas berupa tato di tubuhnya. Pihak kepolisian menyimpulkan bahwa keduanya saling mengenal dan berada dalam ruang sosial yang sama, yang mengindikasikan kemungkinan adanya relasi yang lebih erat di antara mereka.
Meski terlibat dalam video, status hukum Lisa saat ini masih sebagai saksi. Namun, pihak penyidik membuka kemungkinan pemeriksaan lebih lanjut untuk menggali peran dan motivasi di balik pembuatan video tersebut. Apabila terbukti ada keterlibatan dalam produksi atau distribusi video, mereka dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, khususnya terkait penyebaran konten pornografi.
Sementara masyarakat mempertanyakan apakah video ini disebar secara sengaja, situasi ini menyoroti kebutuhan akan peraturan yang lebih ketat dalam melindungi privasi individu di dunia digital. Dengan kemudahan dalam berbagi konten, batas antara yang privat dan publik seringkali menjadi kabur. Hal ini memberikan tantangan bagi pihak berwenang dalam menerapkan hukum secara efektif di era yang serba cepat.
Kondisi ini memicu perdebatan tentang etika dan tanggung jawab pengguna media sosial, serta perlunya kesadaran lebih besar tentang dampak dari konten yang dibagikan dan diakses secara online. Dengan semakin maraknya kasus serupa, perhatian terhadap perlindungan hak individu serta dampak hukum dari penyebaran konten asusila menjadi isu yang perlu direspons secara serius oleh lembaga pemerintah dan masyarakat luas.
Ke depan, bagaimana pihak berwenang menangani kasus ini akan menjadi perhatian banyak pihak, terutama dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman bagi setiap individu.
