Saat menonton film, perhatian kita sering kali tersedot oleh visual yang menakjubkan—lanskap yang luas, warna-warna dramatis, atau efek CGI yang mengesankan. Namun, tahukah Anda bahwa suara memegang peranan yang sama pentingnya dalam menciptakan pengalaman sinematik? Sebuah film bisa tampak indah dari segi gambar, tetapi tanpa kualitas audio yang baik, esensi cerita dan emosi yang ingin disampaikan bisa hilang. Dalam dunia perfilman, suara bukan hanya pelengkap, melainkan elemen inti yang mempengaruhi cara penonton merasakan setiap adegan.
Suara merupakan separuh dari pengalaman menonton. Musik latar, misalnya, dapat mengubah momen biasa menjadi momen yang menggetarkan. Detak jam yang pelan dapat membangkitkan rasa cemas, sementara kesunyian total terkadang menciptakan atmosfer mencekam yang lebih dalam dibandingkan suara ledakan atau jeritan. Penyampaian emosional ini sangat bergantung pada keahlian tim audio dalam merancang dan menciptakan suara yang sesuai dengan gambar yang ditampilkan.
Banyak orang beranggapan bahwa proses audio dalam film hanya sebatas merekam suara saat syuting. Kenyataannya, proses ini jauh lebih kompleks dan melibatkan banyak tahapan pascaproduksi. Tim audio bertugas melakukan berbagai hal, mulai dari penyuntingan dialog hingga rekaman efek suara buatan atau foley. Setiap elemen suara harus dipilih dan dirancang dengan seksama untuk mencapai keselarasan dengan visual. Misalnya, suara angin dalam sebuah adegan bisa jadi diambil dari lokasi berbeda untuk menciptakan atmosfer yang lebih mendalam.
Berkaitan dengan hal ini, film seperti A Quiet Place dan Interstellar menunjukkan kekuatan suara dalam membangun ketegangan dan menciptakan perasaan tertentu. Di A Quiet Place, minimnya dialog justru membuat suara-suara kecil menjadi sangat berarti dan menambah ketegangan. Dalam Interstellar, banyak adegan luar angkasa yang tidak menampilkan suara, sebuah strategi artistik yang menggambarkan keterasingan manusia di tengah luasnya semesta.
Dalam industri film Indonesia, tantangan terkait audio pascaproduksi sering menjadi hambatan bagi para sineas. Banyak yang harus membawa proyek mereka ke luar negeri untuk mendapatkan kualitas suara yang diinginkan. Namun, hal ini mulai berubah. Bespoke Lab Indonesia kini bekerja sama dengan Kantana Post Production, studio yang memiliki lebih dari 70 tahun pengalaman, untuk membuka studio audio berstandar internasional di Jakarta.
Studio baru ini dilengkapi dengan teknologi terkini seperti fasilitas mixing untuk Dolby Atmos dan ruang final mix setara bioskop, yang sebelumnya sangat terbatas di Indonesia. Dengan adanya studio ini, lebih banyak tahapan pascaproduksi audio yang dapat dilakukan di dalam negeri, sehingga mengurangi biaya dan waktu.
Robert Simanjuntak, Country Manager Bespoke Lab Indonesia, mengatakan bahwa kolaborasi ini bertujuan membuka akses teknologi premium bagi sineas lokal. “Kami ingin membawa kualitas studio kelas atas lebih dekat kepada film-film dengan anggaran menengah hingga kecil,” ujarnya. Komitmen ini tidak hanya menargetkan sineas besar, tetapi juga kolaborasi dengan produser lokal, membantu meningkatkan kualitas film Indonesia secara keseluruhan.
Kehadiran fasilitas audio kelas dunia di Jakarta adalah kabar baik untuk penonton. Hal ini berarti bahwa lebih banyak film Indonesia yang terdengar lebih matang dan imersif. Sebuah film yang baik tidak hanya menyenangkan untuk dilihat tetapi juga memiliki nuansa ketika didengar. Dengan kualitas audio yang lebih baik, cerita yang disampaikan tidak hanya terbangun dari gambar, tetapi juga dari suara yang menggugah emosi dan membawa penonton dalam pengalaman yang lebih mendalam.
Di era di mana film harus bersaing dengan industri global, kualitas audio yang baik menjadi bagian penting dalam meningkatkan daya tarik film Indonesia. Karena pada akhirnya, sebuah kisah yang kuat hanya dapat tersampaikan dengan optimal ketika elemen suara dan gambar berkolaborasi-sama.
