Masalah royalti musik di Indonesia telah menjadi perbincangan yang hangat di kalangan pelaku industri, dengan banyak pencipta lagu merasa kurang mendapatkan haknya. Isu transparansi dan digitalisasi menjadi sorotan utama yang menyulitkan para musisi dalam mendapatkan royalti yang adil. Para pelaku usaha, seperti hotel dan restoran, semakin meragukan apakah royalti yang mereka bayarkan sampai kepada pencipta lagu yang seharusnya menerimanya. Namun, sebuah solusi menarik telah muncul melalui kolaborasi antara Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Velodiva, platform pemutar musik digital lokal.
Kolaborasi Strategis untuk Tata Kelola Royalti
Dalam sebuah acara di Jakarta, Vedy Eriyanto, pendiri sekaligus CEO VNT Networks, menjelaskan bahwa kolaborasi ini bertujuan untuk memperbaiki sistem pengelolaan royalti musik. Teknologi yang dikembangkan oleh Velodiva telah terbukti efektif dan digunakan oleh berbagai pelaku usaha. Vedy menyatakan, “Kami sudah buktikan teknologi ini berjalan, bahkan sudah dipakai oleh ratusan pelaku usaha.” Harapannya adalah agar sistem ini diakui secara nasional dan diadopsi secara luas.
Menurut Vedy, teknologi ini merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu. Regulasi ini mengharuskan pembangunan Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) serta Pusat Data Lagu dan Musik (PDLM) oleh LMKN. Dengan adanya dukungan terhadap regulasi ini, VNT Networks telah menciptakan Sistem Manajemen Royalti dan Gerbang Musik sebagai pusat data lagu yang akan mempermudah proses pelaporan dan distribusi royalti.
Fasilitas Penggunaan yang Memudahkan
Velodiva berperan sebagai pemutar musik untuk keperluan komersial, sehingga pelaku usaha tidak perlu repot mencatat musik secara manual. Semua proses pelaporan royalti dilakukan secara otomatis dan real-time, memastikan data yang akurat dan terarsip dengan baik. Vedy menekankan pentingnya musik yang tepat dalam membangun suasana bisnis dan brand image, serta mendorong perilaku pembelian.
Lebih jauh, VNT Networks juga memperkenalkan Velostage, platform khusus yang dirancang untuk pertunjukan langsung, seperti konser dan acara-acara besar. Dengan Velostage, setiap lagu yang dimainkan dapat terdokumentasi dengan baik, yang selama ini menjadi salah satu masalah utama dalam industri musik. “Musik live sering jadi area abu-abu. Velostage menutup celah itu dan merancang integrasi dengan sistem perizinan acara,” tambah Vedy.
Perlunya Dukungan Pemerintah
Meski teknologi yang dikembangkan telah diimplementasikan di berbagai tempat, Vedy menegaskan pentingnya dukungan dari pemerintah agar sistem ini dapat menjadi standar nasional. “Kami tidak bisa melangkah sendirian. Atensi pemerintah sangat dibutuhkan agar sistem ini menjadi standar,” katanya. Menurutnya, royalti bukan hanya sekadar angka, tetapi merupakan penghargaan bagi karya pencipta, serta fondasi bagi kreativitas yang terus tumbuh dalam industri musik.
Dampak dari penerapan sistem yang baik dalam pengelolaan royalti ini tidak hanya akan dirasakan oleh para musisi, tetapi juga dapat memperkuat ekonomi kreatif Indonesia secara keseluruhan. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya teknologi dan regulasi yang tepat, harapan untuk mendapatkan royalti yang adil bagi pencipta lagu semakin dekat.
Menunggu Realisasi
Dengan adanya kolaborasi yang menggembirakan ini, banyak harapan muncul di kalangan pencipta lagu dan pelaku industri. Mengingat tantangan yang ada, seperti kesadaran dan adaptasi dari semua pihak yang terlibat, masih diperlukan usaha lebih untuk mewujudkan sistem yang efisien dan transparan. Meski demikian, langkah yang diambil oleh LMKN dan VNT Networks memang menunjukan arah positif untuk masa depan industri musik di Indonesia.
Dengan semua ini, publik berharap adanya kejelasan dan transparansi dalam pengelolaan royalti, sehingga para pencipta lagu mendapatkan hak yang semestinya, dan industri musik di Indonesia dapat lebih berkembang di era digital ini.
