Uya Kuya baru-baru ini menjadi sorotan setelah munculnya video dirinya berjoget yang disiarkan oleh TVR Parlemen saat menghadiri Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025. Video tersebut memicu respon negatif di kalangan masyarakat, terutama terkait dengan gaji anggota DPR yang dilaporkan mencapai sekitar Rp100 juta per bulan atau sekitar Rp3 juta per hari. Dalam konteks ekonomi yang sulit, penampilan Uya di acara formal dianggap tidak pantas dan menjadi bahan perdebatan di media sosial.
Menanggapi kritik yang meluas, Uya Kuya melakukan klarifikasi pada 24 Agustus 2025. Dalam video klarifikasinya, ia menegaskan bahwa video joget tersebut merupakan rekaman lama yang beredar dengan narasi yang menyesatkan. “Saya ingin membuat video klarifikasi tentang video klarifikasi yang sebenarnya bukan video klarifikasi,” ungkap Uya. Ia menambahkan bahwa video tersebut diambil pada awal tahun 2025 dan tidak terkait dengan momen saat ini.
Uya juga menunjukkan bukti berupa tanggal unggahan video untuk memperkuat klaimnya. Ia mengungkapkan bahwa perubahan penampilannya, seperti gaya rambut, menjadi indikator bahwa video tersebut bukanlah produksi baru. Ia berharap masyarakat tidak terburu-buru memberi penilaian tanpa melakukan pengecekan fakta terlebih dahulu.
Tentang video lainnya yang beredar, Uya menjelaskan bahwa beberapa di antaranya diunggah pada tahun 2021 dan 2022. Dengan menampilkan timestamp dan perbandingan visual, ia berusaha memperjelas bahwa narasi yang menyudutkan dirinya adalah keliru. Ia pun meminta agar masyarakat berpikir jernih sebelum membuat asumsi. “Marilah kita berpikir jernih. Saya tidak berkomentar apa-apa, itu tadi adalah video lama yang dijahit seolah-olah ini baru saja terjadi,” tambahnya.
Meskipun Uya Kuya telah memberikan klarifikasi, kritik dari warganet terus mengalir. Banyak yang tetap skeptis terhadap alasan yang diberikan, mempertanyakan kenapa ia memilih untuk berjoget di atas penderitaan yang dirasakan masyarakat. Tanggapan pedas tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap Uya Kuya mengalami penurunan setelah insiden tersebut.
Situasi ini menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai etika dan tanggung jawab seorang anggota DPR. Adegan berjoget di depan publik, terutama dalam konteks pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat, membuat banyak orang merasa terprovokasi. Uya Kuya, meskipun telah melakukan klarifikasi, tetap harus berhadapan dengan konsekuensi atas tindakan yang dianggap tidak sensitif oleh banyak orang.
Uya Kuya juga menegaskan bahwa meski kritik dialamatkan kepadanya, ia tidak akan mundur untuk terus berkarya. Menurutnya, menjadi anggota DPR tidak menghalangi dirinya untuk berkonten, selama konteks dan tempatnya tepat. Masyarakat diharapkan untuk lebih cermat dalam mengamati dan mengevaluasi tindakan para wakil rakyat agar tidak terjadi kesalahpahaman yang lebih lanjut.
Fenomena ini tercermin dalam dinamika di media sosial, di mana warganet berupaya untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka, tidak hanya terhadap Uya Kuya, tetapi juga terhadap lembaga perwakilan rakyat secara keseluruhan. Dengan disertakan kritik yang berbobot, diharapkan akan ada perubahan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat DPR, sehingga lebih mencerminkan aspirasi dan kedamaian masyarakat.
Di saat yang sama, insiden ini juga membuka diskusi mengenai peran media sosial dalam membentuk opini publik. Informasi dapat tersebar dengan cepat, tetapi seringkali melawan fakta yang sebenarnya, sehingga menjadi tanggung jawab bersama untuk mengedukasi diri dan tetap kritis dalam mencerna informasi. Masyarakat diajak untuk aktif berpartisipasi dalam dialog yang lebih konstruktif, demi perbaikan kondisi sosial dan politik Indonesia.
