Fenomena K-pop saat ini tidak hanya mencakup musik dan tari, tetapi juga merambah ke dalam dunia hiburan melalui film dan berbagai ritual unik yang mengikutinya. Salah satu yang menarik perhatian adalah ritual yang dipenuhi seremonial dari seorang biksu Korea Selatan. Dalam sebuah siaran langsung di YouTube, biksu ini melakukan upacara mendoakan Saja Boys, sebuah boyband fiksi dari film Netflix berjudul K-pop Demon Hunters. Momen ini menandai pergeseran signifikan dalam cara penggemar berinteraksi dengan karya seni dan karakter fiksi.
Saja Boys, meskipun hanya karakter antagonis dalam film, mampu menarik perhatian banyak orang berkat daya tarik visual dan karisma mereka. Nama "Saja" sendiri berarti "malaikat kematian", menambah elemen mistis pada band fiksi ini. Ritual Chondojae yang berlangsung lebih dari dua jam tersebut menarik perhatian lebih dari 4.000 penonton, menjadikannya salah satu event terbesar yang diadakan oleh biksu yang juga merupakan seorang YouTuber virtual.
Film K-pop Demon Hunters sendiri telah mencatatkan sejarahnya dalam dunia perfilman, dengan Netflix menyebutnya sebagai tayangan paling populer dalam platform mereka. Diciptakan oleh kreator keturunan Korea di Amerika dan diproduksi oleh Sony, film ini menyuguhkan cerita yang menggabungkan musik dengan elemen fantastis, di mana para pemburu iblis menggunakan musik sebagai sumber kekuatan mereka.
Keberhasilan Musik dalam Film
Salah satu lagu dari film ini, "Golden," berhasil menduduki posisi pertama di Billboard Hot 100, yang menunjukkan betapa besar pengaruh musik K-pop dalam kultur pop dunia. Antusiasme penggemar di Korea Selatan pun meningkat pesat, meskipun film tersebut belum tayang di bioskop lokal. Banyak yang mengungkapkan ketidaksabaran mereka untuk menikmati pemutaran film secara langsung, bahkan seorang penggemar mengekspresikan kesediaannya untuk mengambil cuti kerja demi menontonnya.
Film ini juga mendapatkan pujian karena penggunaan elemen budaya Korea yang sangat akurat. Dari rumah tradisional hingga busana hanbok yang digunakan oleh karakter, setiap detail dipersembahkan dengan sangat baik. Seorang penonton asal Seoul, Lee Yu-min, mengungkapkan: “Biasanya film asing banyak salah menggambarkan budaya kita. Tapi ini benar-benar akurat.”
Dampak Luar Layar
Saguhari film ini ternyata memberikan efek domino di luar layar. Museum Nasional Korea, yang koleksinya ditampilkan dalam film, mencatat lonjakan pengunjung hingga 740.000 orang pada bulan Juli, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Berbagai produk kerajinan tradisional juga menjadi incaran para penggemar, mulai dari gantungan norigae hingga merchandise yang menampilkan karakter-karakter dari film.
Tema yang diangkat dalam film juga memiliki daya tarik emosional. Tokoh utama, Rumi, berjuang menyembunyikan jati dirinya karena kekhawatiran terhadap pandangan orang lain, sebuah elemen yang sangat relevan dengan banyak orang di Korea. Lee Da-geon, seorang penggemar lain, menilai tema ini dapat menyentuh hati banyak orang.
Antisipasi Pemutaran di Bioskop
Belakangan, desakan agar K-pop Demon Hunters ditayangkan di bioskop Korea semakin kuat. Setelah sukses dengan versi "sing-along" di Amerika Utara, film ini mencetak sejarah sebagai film Netflix yang merajai box office. Rencana untuk mempersembahkan film ini dalam Festival Film Internasional Busan pada bulan September mendatang disambut antusias oleh para penggemar, terutama dengan sesi khusus yang akan menampilkan pengalaman "sing-along".
“Banyak fans yang sudah menonton film ini lebih dari lima kali di Netflix. Sekali film ini tayang di bioskop, saya pasti akan mengajak suami saya untuk menontonnya,” ungkap Lee Yu-min.
Fenomena K-pop Demon Hunters menunjukkan bahwa aliran K-pop kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya pop global dan memberikan pengalaman yang mendalam baik bagi penggemar maupun bagi budaya yang menjadi inspirasi.
