Aktor Eza Gionino mengalami masalah rumah tangga yang serius, di mana istrinya, Meiza Aulia Coritha, menggugat cerai di Pengadilan Agama Cibinong pada Rabu, 3 September 2025. Tidak hanya mengajukan permohonan cerai, Meiza juga menuntut hak asuh anak. Ini menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi pasangan ini tidak hanya berfokus pada perpisahan, tetapi juga pada masa depan anak mereka.
Keterangan dari Humas PA Cibinong, Dadang Karim, menjelaskan detail gugatannya. Meiza mengajukan gugatan cerai yang dikenal sebagai cerai gugat, yaitu cerai yang diajukan oleh pihak istri. Selain itu, dia juga mencakup tuntutan hak asuh anak dalam proses hukum ini. “Iya, penguasaan anak diajukan oleh penggugat dalam hal ini Meiza,” ungkap Dadang. Tuntutan hak asuh ini memberikan gambaran bahwa pernikahan mereka telah mencapai titik yang sulit, mengingat pentingnya kebutuhan anak dalam proses perceraian.
Saat ditanyai terkait nomor perkara, Dadang menyatakan bahwa informasi tersebut termasuk dalam ranah pokok perkara yang seharusnya tidak diumumkan ke publik. Dia menegaskan bahwa prosedur tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku di pengadilan. Meiza dan Eza dijadwalkan menjalani sidang perdana pada 22 September mendatang, di mana hakim mediator dari PA Cibinong akan memimpin proses mediasi.
Gugatan ini menjadi sorotan publik, terutama mengingat nama besar Eza Gionino di dunia hiburan. Publik di Indonesia cenderung tertarik pada kehidupan pribadi para selebriti, dan berita ini menyita perhatian media serta penggemar. Beberapa detail tentang perjalanan pernikahan mereka dan alasan di balik gugatan cerai belum dipublikasikan. Namun, tampak bahwa ada ketidakcocokan yang serius dalam hubungan mereka.
Sebelumnya, Eza dikenal sebagai sosok yang kerap tampil bahagia di media sosial. Banyak penggemar dan followers yang melihat keseharian mereka sebagai pasangan yang harmonis. Namun, nampaknya realitas tidak selalu sejalan dengan yang terlihat di permukaan. Dalam konteks ini, kasus Eza dan Meiza mengingatkan kita bahwa di balik senyuman dan kebahagiaan yang ditampilkan, sering kali ada masalah yang tidak terlihat.
Eza dan Meiza juga harus menghadapi tantangan psikologis dalam proses perceraian ini. Cerita mengenai bagaimana mereka membagi waktu dan tanggung jawab untuk anak dapat menjadi hal yang rumit dan emosional. Orang tua mana pun pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak mereka, terlepas dari keputusan untuk berpisah.
Penting untuk mengingat bahwa hak asuh dan masa depan anak sering kali menjadi pertimbangan utama dalam konflik perceraian. Meiza menggugat hak asuh anak dengan alasan bahwa dia merasa lebih mampu memberikan lingkungan yang lebih baik untuk anak mereka. Dalam konteks hukum, hal ini juga menjadi pertimbangan penting bagi hakim saat membuat keputusan.
Sidang perdana yang akan berlangsung pada 22 September 2025 diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut. Proses mediasi yang dipimpin oleh hakim akan menjadi langkah penting untuk menyelesaikan konflik di antara pasangan ini. Sebagai catatan, Eza dan Meiza menjadi contoh bagaimana pentingnya menghadapi masalah rumah tangga dengan komunikasi dan saling pengertian, terutama ketika ada anak yang terlibat.
Berita ini tidak hanya membawa perhatian pada kehidupan pribadi mereka, tetapi juga menjadikan publik semakin peduli tentang isu-isu terkait hak asuh anak dan dampak perceraian terhadap anak. Kesadaran akan pentingnya menjamin kesejahteraan anak dalam perpisahan orang tua menjadi semakin mendesak untuk dipahami oleh masyarakat. Melalui kasus ini, semoga akan ada pelajaran berharga bagi pasangan lain yang menghadapi tantangan serupa.





