Rebellion Rose Pilih Orasi di Pestapora 2025, Bawakan Lagu Buruh Tani

Band punk rock asal Yogyakarta, Rebellion Rose, mengambil langkah berani di festival musik Pestapora 2025 dengan memilih untuk berorasi di atas panggung daripada membawakan lagu-lagu mereka. Keputusan ini diambil sebagai bentuk protes terhadap panitia festival yang sebelumnya menjalin kerja sama dengan PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan yang sering mendapat sorotan karena isu lingkungan dan sosial di Papua.

Pada Sabtu, 6 September 2025, anggota band berdiri di panggung Sat Set Stage di JiExpo Kemayoran, Jakarta, dan menyampaikan orasi yang menggugah. “Kami memutuskan untuk tidak ambil bagian dalam memporak-porandakan Pestapora hari ini. Ini langkah terbaik yang kami ambil,” tegas vokalis Fyan Sinner. Sikap ini mencerminkan kepedulian mereka terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan tambang di Papua.

Fyan menjelaskan, tindakan mereka bukan hanya sekadar protes, tetapi juga bentuk kepedulian yang mendalam terhadap alam dan kesehatan masyarakat setempat. “Kami tidak bisa tinggal diam melihat pencemaran lingkungan yang terjadi. Tanpa adanya perbaikan, perairan dan tanah di sana akan tercemar dengan logam berat,” tuturnya. Dalam orasinya, ia mengajak para penonton untuk aktif mengawal tuntutan rakyat terhadap pemangku kebijakan yang diharapkan lebih transparan dan empatik.

Meski langkah ini berani, Fyan juga mengingatkan penonton untuk tidak menghakimi musisi lain yang tetap tampil di festival tersebut. Ia menekankan pentingnya saling menghargai antara artis, terlepas dari pilihan politik atau sosial yang mereka ambil. “Mereka yang sudah tampil bukan berarti abai terhadap keputusan kami,” ujarnya.

Setelah orasi berakhir, Rebellion Rose tidak hanya turun dari panggung, tetapi juga bergabung dengan penonton untuk menyanyikan lagu “Buruh Tani” dengan iringan gitar akustik. Momen ini menegaskan komitmen band tersebut untuk bersolidaritas dengan para buruh tani dan masyarakat yang terpinggirkan.

Keputusan Rebellion Rose ini tetap diambil meskipun panitia Pestapora mengumumkan pemutusan kerja sama dengan PT Freeport pada hari yang sama. Dalam pernyataan resmi, Pestapora menegaskan bahwa mereka sudah tidak terikat dengan perusahaan tambang tersebut untuk penyelenggaraan festival pada hari kedua dan ketiga.

Langkah yang diambil oleh Rebellion Rose memberi contoh tentang bagaimana musik dapat dijadikan alat untuk menyuarakan keprihatinan sosial. Mereka menunjukkan bahwa seniman memiliki tanggung jawab untuk berperan aktif dalam isu-isu yang menyentuh masyarakat dan lingkungan. “Kami ingin menunjukkan bahwa musik dan aktivisme bisa berjalan beriringan,” tambah Fyan.

Festival musik seperti Pestapora tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga platform untuk memperjuangkan isu-isu penting yang sering terabaikan. Dengan keputusan ini, Rebellion Rose berharap dapat merasakan dampak yang lebih besar dan menginspirasi artis lain untuk menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan dan keadilan sosial.

Dibalik aksi ini, banyak penonton yang merasa terinspirasi dan mengapresiasi keberanian Rebellion Rose. Konser musik dan orasi tersebut menegaskan pentingnya solidaritas dalam memperjuangkan keadilan, serta menumbuhkan kesadaran akan isu-isu lingkungan yang kritis.

Sebagai penutup, Pestapora terus berusaha menyesuaikan diri dengan aspirasi masyarakat dan memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan. Langkah Rebellion Rose di festival ini diharapkan menjadi pengingat bagi semua bahwa seni dan aktivisme dapat bersatu untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.

Exit mobile version