Eko Patrio, pelawak dan anggota DPR nonaktif, baru-baru ini membuat perhatian publik saat menyambangi Polda Metro Jaya untuk mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap salah satu pelaku penjarahan yang mengambil kucingnya. Kejadian ini berlangsung pada Jumat malam, 12 September 2025, dan memunculkan berbagai pertanyaan mengenai alasan di balik permohonannya tersebut.
Dalam penjelasannya, Eko menyebutkan bahwa Rian, pelaku yang dimaksud, adalah orang yang pertama kali menyelamatkan kucingnya saat situasi penjarahan terjadi. “Kenapa? Karena Rian itu adalah orang yang pertama kali ngambil kucing saya, terus udah gitu dia menyelamatkan kucing saya,” ungkap Eko. Setelah mengambil kucing yang terjebak dalam keributan, Rian bermaksud untuk mengembalikannya. Namun, ia sempat ditangkap oleh pihak kepolisian sebelum dapat melakukannya.
Eko Patrio menegaskan bahwa kehadirannya di Polda bukan hanya untuk urusan hukum, tetapi juga sebagai bentuk silaturahmi dengan teman-temannya di kepolisian. “Saya memohon kepada kepolisian untuk membebaskan Rian, ditangguhkan penahanannya,” tambahnya. Permohonan tersebut akhirnya dipenuhi, dan Rian dijemput keluarganya malam itu juga, menunjukkan bahwa Eko lebih mengutamakan aspek kemanusiaan dalam situasi yang berlangsung.
Polda Metro Jaya sendiri menggambarkan situasi tersebut, di mana total ada tujuh pelaku yang diamankan berkaitan dengan penjarahan yang terjadi. Eko menyatakan bahwa meskipun ia telah memaafkan para pelaku, proses hukum tetap menjadi kewenangan polisi. Ia mengatakan, “Saya sebenarnya ya sudah lah memaafkan tetapi kan semua tergantung bapak kepolisian karena polisi punya hak untuk proses hukum ini.”
Keputusan Eko untuk meminta bebasnya Rian telah menuai berbagai reaksi. Sebagian publik merasa bahwa tindakan Eko menunjukkan sifat berempati dan memahami konteks yang lebih luas di balik tindakan pelaku. Di sisi lain, ada juga yang mempertanyakan apakah keputusan untuk memaafkan tersebut akan berdampak pada penegakan hukum yang lebih luas.
Menariknya, langkah ini tak hanya menyoroti konflik antara tindakan kriminal dan tanggung jawab moral, tetapi juga membuka diskusi lebih dalam mengenai tindakan pelaku yang terkadang dapat dipahami dalam konteks tertentu, seperti usaha untuk menyelamatkan hewan peliharaan dalam situasi yang kacau. Dalam hal ini, Eko Patrio mengambil langkah yang mengejutkan dengan memilih pengertian dan pengampunan daripada balas dendam atau tuntutan hukum yang lebih keras.
Eko menutup pernyataannya dengan harapan akan sikap toleransi serta kemanusiaan di tengah kehidupan sosial yang kadang penuh dengan konflik. Ini menunjukkan bahwa meskipun hukum perlu ditegakkan, ada ruang untuk memahami motivasi di balik tindakan seseorang, terlebih dalam konteks situasi darurat yang melibatkan makhluk hidup.
Dengan pengakuan Eko Patrio tersebut, diharapkan bisa memunculkan kesadaran bagi masyarakat untuk melihat masalah dari banyak perspektif dan tidak hanya terpaku pada hukum semata. Kisah antara seorang pelawak dan tindakan yang terkesan heroik dari si penjarah mungkin bisa merubah cara pandang kita terhadap isu penjarahan dan organisasi hukum di Indonesia.





