Review ‘It Was Just An Accident’: Paket Lengkap Drama, Komedi Gelap, dan Kritik Sosial

Film “It Was Just An Accident” karya Jafar Panahi menjadi sorotan utama di dunia perfilman internasional berkat pendekatan unik yang diambilnya. Meskipun diganjar Palme d’Or di Festival Film Cannes, film ini tidak mengikuti pakem umum film berat yang sering diasosiasikan dengan penghargaan tersebut. Sebaliknya, Panahi berhasil menyajikan paket lengkap yang merangkum ketegangan, komedi gelap, dan kritik sosial yang dalam.

Cerita film ini berangkat dari situasi sepele: sebuah kecelakaan kecil di jalanan gelap. Eghbal, lelaki yang memiliki kaki palsu, tanpa sengaja menabrak seekor anjing. Ketika ia berusaha memperbaiki mobilnya, muncul Vahid, seorang mekanik yang secara tidak terduga memiliki hubungan dengan masa kelam Eghbal. Ternyata, Vahid adalah mantan tahanan politik yang dulu disiksa oleh Eghbal saat menjabat sebagai petugas intelijen. Dari sinilah, alur cerita berkembang menjadi tema balas dendam yang rumit dan penuh dilema moral.

Mungkin di awal, alur film ini terasa membingungkan. Jafar Panahi tidak memberi penjelasan penuh, melainkan membangun ketegangan lewat adegan panjang yang mendalam. Penonton dibawa untuk merasakan trauma dan kemarahan mantan tahanan politik yang pernah merasakan kekejaman. Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah mereka akan membalas dengan cara yang sama? Ketegangan ini ditangkap dengan sangat efektif, memperlihatkan kejeniusan Panahi dalam menyampaikan emosi yang kompleks.

Salah satu elemen menarik dalam film ini adalah kombinasi ketegangan psikologis dan humor gelap yang muncul di momen-momen tak terduga. Penonton akan merasakan tawa getir saat menyaksikan perilaku kikuk para “penculik” yang tidak profesional, dan kemudian tiba-tiba terhenyak oleh dialog yang tajam dan penuh makna. Melalui momen-momen ini, Panahi tidak hanya menghibur tetapi juga mengajak pemirsa berpikir tentang kondisi sosial dan politik di Iran.

Kritik sosial yang disampaikan melalui film ini sangat tajam. Panahi, yang telah berulang kali menghadapi pemerintah Iran, menyalurkan ketidakpuasan dan kegelisahannya lewat karyanya. Setiap adegan film terasa seperti bentuk perlawanan terhadap pembungkaman keadilan dan kemanusiaan. Menghadirkan sebagian besar pemain yang bukan aktor profesional, film ini menciptakan nuansa otentik dan jujur, memberikan kedalaman lebih dalam penggambaran karakter-karakter yang terjebak dalam siklus kekerasan.

Secara keseluruhan, “It Was Just An Accident” bukan hanya sebuah film balas dendam, tetapi sebuah refleksi yang mendalam tentang trauma, kemarahan, dan keinginan untuk membalas. Karya ini tidak hanya menggugah pikiran tetapi juga mengguncang hati penonton dengan cara yang manusiawi. Penonton diajak untuk merenungkan perasaan dan perjuangan karakter, serta kondisi sosial yang mempengaruhi mereka.

Film ini pertama kali tayang di Indonesia pada acara Jakarta World Cinema (JWC) 2025 dan akan dirilis di bioskop mulai 17 Oktober 2025. Penantian penonton akan film ini semakin meningkat, mengingat hype dan diskusi yang menyertai peluncurannya di berbagai festival film internasional. Dengan kombinasi estetika yang kuat dan narasi yang menantang, “It Was Just An Accident” berpotensi menjadi salah satu film yang paling dibicarakan di tahun 2025.

Source: www.suara.com

Exit mobile version