Kuasa hukum Ammar Zoni, Jon Mathias, mengungkapkan bahwa kondisi psikologis kliennya tengah terguncang setelah dipindah ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Nusakambangan. Ammar, yang kini berada di lokasi yang jauh dan terpencil, bahkan menyebut tempat tersebut sebagai “kandang harimau.” Pernyataan ini menggambarkan besarnya tekanan yang dihadapi Ammar, terutama dalam situasi yang tidak mendukung kesehatan mentalnya.
Jon menjelaskan bahwa komunikasi terakhir dengan Ammar terjadi melalui telepon yang difasilitasi oleh petugas lapas. Dalam percakapan yang berlangsung selama satu jam, Ammar mengungkapkan situasi ruang tahanannya yang sempit dan gelap, yang berdampak langsung pada kesehatan mentalnya. Di dalam lapas tersebut, populasi yang terkonsentrasi, antara 100 hingga 500 orang, semakin menambah rasa terasing bagi Ammar.
“Di situ kan gelap dan jauh, penghuninya juga kalau enggak salah cuma 100 sampai 500 orang. Ammar sangat tertekan dan psikologisnya terganggu banget di sana,” tegas Jon. Kala berbicara tentang dampak mental di lingkungan yang tidak kondusif, Jon mengkhawatirkan bahwa kondisi ini dapat terus memburuk tanpa adanya perhatian khusus dari pihak berwenang.
Seiring dengan keprihatinan atas situasi Ammar, kuasa hukum sekali lagi mengajukan permohonan agar majelis hakim mempertimbangkan untuk memindahkannya ke lapas yang lebih dekat dengan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permintaan ini bertujuan agar komunikasi antara Ammar, kuasa hukum, dan keluarga dapat lebih lancar, terutama setelah situasi pandemi Covid-19 membaik dan pertemuan langsung kembali diperkenankan.
“Dengan adanya perubahan dalam ketentuan pertemuan, kami berharap bisa lebih mudah untuk hadir dalam proses sidang bersama klien tanpa kendala jarak. Kenapa untuk kasus Ammar tidak bisa? Itu jadi pertanyaan masyarakat,” ujar Jon.
Banyak yang menilai pemindahan Ammar ke Nusakambangan sebagai langkah yang kurang tepat mengingat reputasi lembaga tersebut yang identik dengan ketatnya pengawasan. Nusakambangan sering kali dijuluki sebagai lokasi “ambil-ambil” bagi para narapidana, dengan kondisi yang tidak ramah bagi kesehatan mental.
Situasi ini menyoroti pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental para napi di lapas yang dikenal keras. Dalam prakteknya, kesehatan mental adalah masalah yang sering terlupakan, padahal dapat memengaruhi perilaku dan kemampuan rehabilitasi inmates. Para pengacara dan keluarga Ammar berharap agar ada solusi yang lebih manusiawi, di mana tempat tinggal di tahanan dapat mencerminkan faktor kemanusiaan yang lebih baik.
Dalam masyarakat, isu ini semakin menarik perhatian berkaitan dengan kasus narkoba yang melibatkan Ammar Zoni. Sebagai publis figur, banyak orang yang tidak hanya mengamati perjalanan hukum Ammar, tetapi juga bagaimana proses tersebut memengaruhi keadaan psikologisnya.
Ammar Zoni, yang sebelumnya dikenal luas sebagai seorang aktor, kini terjebak dalam kontroversi hukum. Belum ada keputusan final dari pengadilan mengenai permohonan pemindahan yang diajukan oleh tim kuasa hukumnya. Namun, harapan agar Ammar mendapatkan perawatan yang diperlukan di tengah masalah hukum yang dihadapinya tetap ada.
Dalam konteks ini, penting untuk mencermati bahwa setiap individu, tidak terkecuali narapidana, berhak mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan pengertian terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Semoga kasus ini membuka ruang dialog lebih luas mengenai perhatian yang diperlukan terhadap kesejahteraan mental para narapidana di Indonesia, khususnya anak-anak muda yang terjebak dalam masalah hukum seperti yang dialami Ammar Zoni.
Source: www.beritasatu.com





