Film "Shelby Oaks" merupakan debut penyutradaraan Chris Stuckmann, seorang kritikus film yang dikenal luas di platform YouTube. Harapan tinggi menyertai peluncuran film ini, melihat background Stuckmann yang berpengalaman dalam menganalisis dan mengkritisi film. Namun, pada saat penayangan, "Shelby Oaks" menyajikan karya yang menarik tetapi tidak sepenuhnya memuaskan. Meski bukan film buruk, namun kehadirannya tidak mampu meninggalkan kesan mendalam.
Kisah dan Premis Menarik
Sebagai inti cerita, "Shelby Oaks" mengangkat kisah Mia (Camille Sullivan), yang terjebak dalam bayang-bayang hilangnya adiknya, Riley. Riley dikenal sebagai pemburu hantu ketika fenomena video YouTube mulai berkembang. Saat bersama timnya, mereka menghilang di sebuah kota terbengkalai bernama Shelby Oaks. Dua belas tahun kemudian, dengan sebuah insiden baru, Mia terdorong untuk menyelidiki misteri tersebut. Sementara premisnya menawarkan campuran nostalgia serta elemen horor yang klasik, eksekusi ceritanya dirasakan kurang efektif.
Kombinasi Gaya Penceritaan yang Kurang Harmonious
Film ini menjadi unik dengan usaha Stuckmann untuk menggabungkan dua gaya penceritaan: found footage dan narasi film konvensional. Sayangnya, hasilnya tampak terputus-putus dan tidak seimbang, seperti dua film berbeda yang dipaksakan untuk bersatu. Walaupun atmosfer film ini seharusnya kuat dengan visual yang menciptakan nuansa kelam, plot yang teralihkan oleh banyak elemen klise membuat ceritanya terasa datar dan kurang menyentuh.
Karakter dan Emosi yang Tidak Terhubung
Aktor utama Camille Sullivan berhasil menyampaikan emosi karakter Mia dengan kuat. Namun, hubungan antara Mia dan Riley, yang seharusnya menjadi inti emosional, terasa lemah. Penonton tidak diberikan cukup waktu untuk merasakan kedekatan mereka, sehingga ketika Mia memutuskan untuk kembali ke Shelby Oaks, momen emosional tersebut tidak dapat sepenuhnya dirasakan. Ini membuat penonton lebih penasaran daripada merasa terhubung pada perjalanan karakternya.
Teknik Penyutradaraan yang Memadai namun Penuh Kekurangan
Dari segi teknis, penyutradaraan Stuckmann cukup solid. Sinematografi yang ditampilkan berhasil menciptakan suasana yang mengesankan, meski beberapa adegan gelap mengalami kendala dalam kejelasan visual. Secara keseluruhan, kesan visual dan tata suara memang memberikan nuansa yang diharapkan, tetapi banyak adegan memerlukan pengembangan yang lebih baik. CGI yang digunakan pun terlihat kurang halus, terutama dalam representasi yang lebih dramatis.
Alur Cerita yang Tidak Seimbang
Forest film terjebak dalam ritme yang lambat pada bagian tengah dan terburu-buru di akhir, seolah-olah tergesa-gesa mencapai resolusi. Ketika momen kejutan muncul, penonton sering kali merasa telah lelah mengikuti alur yang tidak koheren. Setiap usaha untuk memberikan ketegangan sering kali diganggu oleh penggunaan jump scare yang terkesan dipaksakan.
Meski "Shelby Oaks" memiliki momen yang menjanjikan, hasil akhirnya tidak memenuhi harapan banyak orang. Seperti lukisan indah tanpa makna yang dalam, penonton mungkin akan keluar dari bioskop merasakan semua itu hanyalah "lumayan." Bagi mereka yang menonton dengan ekspektasi rendah, film ini bisa jadi lebih menyenangkan, namun bagi penggemar genre horor yang mengharapkan inovasi, "Shelby Oaks" mungkin akan terasa kurang memuaskan.
Source: www.suara.com





