Profil Merdias Almatsier: Kenangan dan Prestasi Mantan Ketum PB IDI yang Telah Meninggal Dunia

Kabar duka datang dari dunia kedokteran Indonesia. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Merdias Almatsier, Sp.N(K) telah meninggal dunia. Hingga saat ini, penyebab kepergiannya masih belum diketahui. Kabar ini mengejutkan banyak orang, terutama rekan-rekan sejawatnya di PB IDI dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Merdias Almatsier dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi dalam dunia medis. Kontribusinya teramat besar, baik dalam pendidikan maupun kebijakan kesehatan. Selama hidupnya, ia banyak mentransfer ilmu kepada generasi dokter di Indonesia yang akan terus mengenang jasanya.

Profil Dr. Merdias Almatsier

Dr. Merdias Almatsier lahir pada 8 September 1944 di Koto Gadang, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari dr. Mohamed Adenin Almatsier dan Chamisah Mochtar. Pendidikan kedokterannya ditempuh di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di mana ia meraih gelar dokter di tahun 1969. Dia kemudian melanjutkan spesialisasinya di bidang neurologi, meraih gelar Spesialis Saraf pada 1977 dan kemudian Spesialis Saraf Konsultan pada 1996. Untuk memperdalam ilmu, ia mengikuti pelatihan di Tokyo Woman’s Medical College, Jepang, pada 1984.

Karier dr. Merdias tidak hanya terbatas pada praktik klinis. Ia juga dikenal sebagai akademisi yang berpengaruh. Selain sebagai dokter, ia menjadi pendidik di Fakultas Kedokteran UI dan menjabat sebagai pembantu rektor.

Karier Profesional

Dr. Merdias Almatsier menjabat di banyak posisi strategis yang berkontribusi bagi kemajuan dunia kedokteran di Indonesia. Beberapa jabatan penting yang pernah dipegangnya antara lain:

  1. Direktur Utama RSCM
    Ia memimpin RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, rumah sakit terbesar di Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, pelayanan neurologi diperkuat dan disiplin profesi ditingkatkan.

  2. Ketua Umum PB IDI
    Menjabat sebagai Ketua Umum IDI periode 1997-2000, perannya sangat besar dalam pengembangan standar profesi. Ia menjadi penggerak modernisasi dalam organisasi profesi dokter.

  3. Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
    Sebagai ketua MKDKI, ia berperan dalam menegakkan norma etika kedokteran dan menangani berbagai kasus disiplin yang menjadi rujukan seluruh dokter di Indonesia.

  4. Pengurus Kolegium Neurologi Indonesia
    Dalam posisi ini, dr. Merdias aktif dalam penyusunan standar kompetensi dan pedoman pengembangan keprofesian berkelanjutan.

Kontribusi Sebagai Akademisi dan Pembuat Kebijakan

Sebagai seorang akademisi, dr. Merdias berperan dalam menyusun kebijakan di bidang kesehatan dan pendidikan dokter. Ia sering muncul dalam dokumen-dokumen kebijakan nasional dan pedagogi. Karya-karyanya, termasuk dokumen etika, pedoman CPD neurologi, dan berbagai buku pedoman profesi, menjadi acuan dalam praktik keprofesian.

Daftar karyanya antara lain:

  • ‘Himpunan Peraturan tentang MKDKI’
  • Buku ‘Kemitraan Hubungan Dokter–Pasien bagi Media Massa’
  • Dokumen pedoman CPD neurologi Kolegium Neurologi Indonesia
  • Prosiding Kongres Neurologi Indonesia

Karya-karya ini mempertegas posisinya sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi profesionalisme dokter.

Kontribusi pada Publikasi Ilmiah

Kontribusi dr. Merdias tidak hanya tampak di kebijakan tetapi juga di publikasi ilmiah. Meskipun ia tidak sering menjadi penulis utama di jurnal internasional, kontribusinya dalam penyusunan pedoman profesi dan dokumen etik sangat berharga. Karya-karyanya menjadi pijakan bagi banyak dokter dan organisasi medis.

Kepergian dr. Merdias Almatsier menambah daftar duka bagi dunia kedokteran Indonesia. Namun, warisannya dalam pendidikan dan kesehatan akan selalu diingat dan dihargai. Kebaikan yang ia berikan akan terus hidup dalam setiap nadi layanan kesehatan yang ada.

Baca selengkapnya di: www.inews.id

Berita Terkait

Back to top button