Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengecam keputusan sejumlah negara Barat yang mengakui Palestina sebagai negara. Dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 23 September 2025, Trump menilai tindakan tersebut sebagai keuntungan besar bagi Hamas di tengah konflik berkepanjangan di Gaza.
Mengangkat isu tersebut, Trump mengungkapkan bahwa perhatian global seharusnya lebih terfokus pada upaya membebaskan sandera yang ditahan di Gaza, pasca-agresi yang dilancarkan oleh Hamas terhadap Israel. "Seolah mendorong konflik terus berlanjut, sebagian anggota forum ini berupaya secara sepihak mengakui negara Palestina. Itu sama saja memberi hadiah kepada Hamas untuk tindakan kekejaman mereka," ujar Trump, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters pada 24 September.
Dalam dua hari terakhri, Prancis, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal resmi mengakui Palestina. Keputusan ini muncul sebagai respons terhadap tindakan keras Israel terhadap Gaza dan merupakan upaya untuk mendorong solusi dua negara. Namun, pengakuan ini menjadi pemicu kemarahan Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat.
Tanggapan PBB dan Upaya Diplomasi
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan dukungannya terhadap pengakuan negara Palestina. Dia menilai langkah tersebut sebagai langkah menuju solusi dua negara yang lebih jelas, yaitu dengan berdirinya negara Palestina merdeka, berdaulat, dan demokratis. "Momentum ini harus dimanfaatkan,” tegas Guterres.
Sementara itu, Trump juga merencanakan pertemuan dengan pemimpin negara-negara mayoritas Muslim, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Indonesia. Pembicaraan ini akan difokuskan pada pembebasan sandera, penyelesaian konflik, dan tata kelola Gaza setelah perang, tanpa melibatkan Hamas.
Konteks yang Lebih Luas
Hingga kini, konflik di Gaza telah mengakibatkan lebih dari 65.000 warga Palestina kehilangan nyawa. Serangan militer Israel yang bertubi-tubi telah memicu kritik global yang semakin kuat. Dalam hal ini, A.S. berupaya mendorong negara-negara Arab dan Muslim untuk mengirimkan pasukan ke Gaza, guna memfasilitasi penarikan angkatan bersenjata Israel dan mendukung proses rekonstruksi.
Walaupun banyak negara mulai mengakui Palestina, perjuangan untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB masih terganjal. Persetujuan Dewan Keamanan masih diperlukan, di mana A.S. sering menggunakan hak vetonya untuk memblokir resolusi yang dianggap merugikan Israel.
Prospek ke depan
Perkembangan terbaru di PBB dan pengakuan resmi terhadap Palestina menunjukkan adanya pergeseran dalam sikap internasional terhadap konflik ini. Langkah tersebut bisa jadi menciptakan tantangan baru bagi kebijakan luar negeri Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Dalam situasi ini, pengakuan terhadap Palestina menjadi salah satu topik yang menarik perhatian dunia, dan dinilai dapat membuka peluang baru untuk solusi yang lebih permanen. Di sisi lain, kritik terhadap Israel terus meningkat, dan suara-suara yang mendukung hak-hak Palestina semakin membesar di panggung internasional.
Sejalan dengan itu, situasi di Gaza yang kian memburuk dan dampak sosial yang ditimbulkan akibat konflik ini memerlukan perhatian lebih dari komunitas internasional untuk mencapai penyelesaian damai yang berkelanjutan.
