
Banjir besar yang melanda kawasan Guangfu, Taiwan, akibat Topan Super Ragasa, menyebabkan 17 orang tewas pada Selasa, 23 September 2025. Banjir yang datang dengan tiba-tiba ini mengingatkan warga setempat akan bencana tsunami. Banyak dari mereka mengeluhkan kurangnya peringatan dini, yang dianggap tidak memadai saat danau di sekitar meluap akibat hujan deras yang dibawa topan.
Perdana Menteri Taiwan, Cho Jung-tai, menyatakan bahwa prioritas utama pemerintah adalah menemukan mereka yang hilang. Sebelumnya, angka korban hilang dilaporkan sebanyak 152 orang, namun kemudian jumlah tersebut direvisi menjadi 17 setelah banyak orang ditemukan selamat. "Kami harus menyelidiki mengapa perintah evakuasi tidak dilaksanakan di daerah yang ditentukan," ujarnya, menekankan pentingnya memastikan keselamatan masyarakat masa depan.
Kejadian ini berawal ketika danau penghalang, yang terbentuk akibat tanah longsor, meluap dan mengirimkan banjir besar ke wilayah Guangfu. Banjir yang menghancurkan infrastruktur termasuk jembatan-jembatan utama, membuat situasi semakin darurat. Petugas pemadam kebakaran melaporkan bahwa semua korban tewas dan hilang berasal dari daerah tersebut.
Banyak warga menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa dalamnya dampak banjir tersebut. Seorang tukang pos bernama Hsieh Chien-tung menggambarkan peristiwa itu, “Air menghantam seperti tsunami.” Ia berhasil melarikan diri ke lantai dua kantor pos sebelum banjir menghancurkan kendaraannya yang tersapu ke dalam rumah. Situasi ini mengguncang ketenangan warga Guangfu, banyak di antara mereka yang memilih untuk berlindung di tempat yang lebih tinggi.
Data dan Respons Pemerintah
Sekitar 5.200 orang, atau sekitar 60% dari populasi Guangfu, mencari perlindungan di tempat yang lebih aman, baik di tingkat rumah mereka atau dengan keluarga lainnya. Data pemerintah menunjukkan bahwa luapan danau telah melepaskan sekitar 60 juta ton air, cukup untuk mengisi sekitar 36 ribu kolam renang ukuran Olimpiade. Sementara itu, Hu upozvao Chao-chin, Wakil Kepala Pusat Komando Bencana, menegaskan bahwa dengan meredanya curah hujan, kemungkinan terulangnya banjir bandang di daerah tersebut menjadi kecil.
Meski situasi mulai mereda, beberapa daerah tetap dalam kondisi siaga. Warga yang terjaga hingga tengah malam mendengar sirene peringatan dan berlarian menuju tempat aman ketika anggota tim penyelamat memberi tahu bahwa banjir sedang mendekat. Tsai, warga setempat yang kini berada di tempat penampungan darurat, menyatakan, "Kami tidak akan kembali sampai luapan air selesai atau risiko luapan air berkurang. Terlalu berbahaya."
Dampak Sangat Besar
Tanggapan dari pemerintah terhadap bencana ini menjadi sorotan. Perdana Menteri Cho menekankan pentingnya investigasi untuk menemukan penyebab ketidakberhasilan dalam pelaksanaan perintah evakuasi. "Ini bukan tentang menyalahkan siapa pun, tetapi tentang mengungkap kebenaran," ujarnya, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi situasi ini.
Saat ini, Topan Super Ragasa telah bergerak menjauh dari Taiwan dan menghantam pantai selatan China serta Hong Kong. Banjir yang melanda Guangfu menjadi pengingat akan kekuatan alam yang bisa menghancurkan dalam sekejap dan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam.
Taiwan mengalami siklus bencana yang tidak terduga, dan insiden ini menunjukkan bahwa meski teknologi yang ada telah meningkat, peringatan dini dan ketepatan respon masih perlu diperbaiki untuk melindungi masyarakat dari bencana di masa depan. Upaya penyelamatan dan investigasi lanjutan akan menjadi fokus utama dalam beberapa hari mendatang.





