20 Agen FBI Dipecat, Termasuk yang Pernah Berlutut Saat Protes George Floyd

Pemecatan massal yang terjadi di Biro Investigasi Federal (FBI) AS menarik perhatian setelah terkuaknya bahwa 20 agen, termasuk 15 dari mereka yang berlutut di hadapan demonstran pada protes kematian George Floyd tahun 2020, telah dipecat. Informasi ini diperoleh dari dua sumber yang mengetahui keputusan tersebut, dan menimbulkan pertanyaan mengenai motivasi di balik pemecatan ini, terutama dalam konteks yang lebih luas dari politik dan keberlanjutan kebijakan dalam kepemimpinan FBI saat ini.

Insiden yang memicu pemecatan ini terjadi pada musim panas 2020 di Washington, DC. Saat itu, FBI dikerahkan untuk membantu penegakan hukum setelah perintah langsung dari Jaksa Agung Bill Barr, menyusul permintaan Presiden Donald Trump untuk “menguasai kembali jalanan”. Dalam situasi yang tegang, beberapa agen FBI yang tidak memiliki pelatihan dalam pengendalian massa memilih untuk berlutut sebagai respons terhadap demonstrasi damai. Pendekatan ini terinspirasi oleh tindakan serupa yang dilakukan oleh pasukan Garda Nasional, dan meskipun strategi tersebut berhasil meredakan situasi tanpa bentrokan, pemotretan momen itu memicu kontroversi, terutama di kalangan media konservatif dan pensiunan agen.

Sebelum pemecatan ini, pimpinan FBI sudah melakukan evaluasi ulang terhadap insiden tersebut. Meskipun awalnya dianggap tidak melanggar prosedur, penilaian baru-baru ini menghasilkan rekomendasi untuk memindahkan agen yang terlibat ke posisi kurang prestisius sebelum akhirnya dipecat. Pihak FBI sendiri tidak memberikan komentar resmi mengenai alasan di balik keputusan ini, namun banyak pihak menduga bahwa hal ini adalah bagian dari upaya kepemimpinan baru untuk membersihkan biro dari elemen yang dianggap “terlalu politis” atau “woke”, sebuah istilah yang kerap disuarakan oleh Trump dan para pendukungnya.

Langkah ini juga terlihat sejalan dengan pengumuman Departemen Kehakiman yang sedang meninjau lebih dari 1.500 agen FBI terkait perilaku yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan saat ini, termasuk dalam konteks penyelidikan yang melibatkan Trump dan sekutunya. Dalam bulan lalu, dua pejabat senior FBI yang enggan menyerahkan daftar nama agen terkait penyelidikan serangan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021 juga ikut dipecat.

Gelombang pemecatan ini terlihat sebagai bagian dari pergeseran besar dalam internal FBI. Sejak pemerintahan Trump berkuasa kembali, ada tekanan untuk memastikan hanya agen-agen yang sejalan dengan garis kebijakan pemerintahan yang tetap bertahan di biro. Pertanyaan yang muncul adalah apakah pendekatan ini akan berdampak pada kemampuan FBI dalam melaksanakan tugas yang seharusnya netral dan berfokus pada penegakan hukum.

Ada kemungkinan bahwa langkah pemecatan ini bukan hanya tentang insiden tertentu, tetapi juga refleksi dari perubahan yang lebih luas dalam cara FBI dan lembaga penegak hukum lainnya beroperasi di bawah tekanan politik yang ada. Dengan situasi ini, banyak yang berharap FBI dapat kembali ke misi dasarnya sebagai lembaga yang menegakkan hukum tanpa campur tangan politik.

Di tengah sorotan media dan berbagai opini publik yang beragam mengenai tindakan ini, perkembangan lebih lanjut mengenai situasi di FBI dan dampaknya terhadap kebijakan penegakan hukum di AS patut untuk dicermati. Pemecatan ini mungkin hanya satu dari banyak langkah yang diambil untuk mereformasi lembaga yang penting ini dalam menghadapi tantangan masa depan.

Berita Terkait

Back to top button