Masa depan TikTok di Amerika Serikat kini terdampak signifikan setelah ByteDance, perusahaan induk asal Tiongkok, sepakat untuk menjual operasi TikTok di negara tersebut. Kesepakatan senilai $14 miliar ini diupayakan melalui intervensi politik, termasuk perintah dari Presiden Donald Trump yang mengharuskan pemisahan entitas TikTok AS untuk menjaga keamanan data dan privasi pengguna. Namun, analisis menunjukkan bahwa keputusan ini juga terkait dengan kekhawatiran mengenai pengaruh besar TikTok terhadap opini publik, terutama terkait isu Palestina dan Israel.
Proses divestasi ini dipicu oleh undang-undang yang disahkan oleh Kongres AS pada 2024, yang mewajibkan ByteDance menarik investasinya dari operasi TikTok di AS. Komisi Hukum AS sepakat dengan keputusan ini, dan Mahkamah Agung mengukuhkan keputusan tersebut pada Januari 2025. Legislator merasa khawatir bahwa Tiongkok bisa memanfaatkan TikTok untuk mendapatkan akses data warga Amerika, tetapi sejumlah pengamat berpendapat bahwa ketakutan tersebut lebih terkait dengan meningkatnya narasi pro-Palestina di aplikasi tersebut, khususnya setelah perang di Jalur Gaza yang dimulai pada Oktober 2023.
Kepemilikan Baru
Dengan kesepakatan baru ini, ByteDance akan mempertahankan sekitar 20 persen saham, sementara investor AS akan mengendalikan lebih dari 65 persen. Dalam konsorsium baru ini, Oracle, Silver Lake, dan MGX Abu Dhabi menjadi pemain utama, bersama dengan sejumlah nama besar seperti Larry Ellison dan Michael Dell yang memiliki rekam jejak pro-Israel. Larry Ellison, pendiri Oracle, dikenal sebagai salah satu donatur terbesar untuk militer Israel. Selain itu, Rupert dan Lachlan Murdoch, pemilik media Fox News, juga turut terlibat, yang memicu kekhawatiran mengenai pengaruh editorial yang mungkin akan merembes ke konten TikTok.
Kontroversi dan Penentangan
Keputusan untuk mendivestasi ini memicu sejumlah kritik, terutama dari aktivis pro-Palestina yang khawatir akan adanya penyensoran konten terkait Palestina. Human Rights Watch dan Amnesty International telah memperingatkan tentang kemungkinan penghapusan konten pro-Palestina yang sistematis, seperti yang terjadi pada platform lain. Banyak yang berpendapat bahwa divestasi ini lebih sebagai langkah geopolitik untuk mengendalikan narasi di platform media sosial yang paling berpengaruh di kalangan generasi muda.
Aspek Keamanan dan Implikasi Jangka Panjang
Meskipun dalam waktu dekat tidak banyak perubahan yang diharapkan dalam antarmuka dan fitur aplikasi, para pengamat memperkirakan akan ada pengetatan moderasi konten yang lebih strategis. Dengan lebih dari 180 juta pengguna di AS, kebanyakan berusia di bawah 40 tahun, TikTok menjadi wadah penting dalam menyebarkan ide dan opini politik. Survei menunjukkan bahwa segmen ini cenderung kritis terhadap kebijakan Israel.
Manipulasi Geopolitik
Kesepakatan ini menunjukkan bagaimana platform media sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk kepentingan politik dan geopolitik tertentu. Dengan kepemilikan baru yang didominasi oleh pihak pro-Israel, ada kekhawatiran serius mengenai masa depan kebebasan berbicara di TikTok, yang sebelumnya memberikan suara kepada banyak narasi yang mungkin tidak terlihat di media arus utama.
Dalam konteks ini, baik pengguna maupun pengamat harus terus memantau perkembangan ini, mengingat dampaknya terhadap kebebasan berekspresi di ruang digital. Ketersediaan platform yang semula mengangkat suara-suara minoritas kini bisa tergerus oleh kepentingan politik tertentu, menyoroti tantangan besar yang dihadapi dalam menjaga integritas informasi di era digital ini.
Src: https://mediaindonesia.com/internasional/815373/as-beli-tiktok-konsorsium-pro-israel-jadi-pemilik?page=all





