Demonstrasi antipemerintah di Maroko kini meluas, menewaskan dua orang dalam insiden kekerasan yang terjadi pada Rabu (1/10/2025). Protes yang dimulai sejak Sabtu (27/9/2025) ini, yang dikenal dengan nama GenZ 212, awalnya bertujuan untuk mendorong reformasi dalam sektor pendidikan dan kesehatan. Namun, tindakan kekerasan yang terjadi di lapangan menunjukkan eskalasi yang signifikan dan menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanan di negara tersebut.
Aksi protes ini mengemuka setelah kelompok GenZ 212, yang terdiri dari pemuda, mengorganisir demonstrasi secara daring melalui platform sosial media dan aplikasi komunikasi. Mereka menggagas gerakan ini dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran tentang isu-isu sosial yang mendesak, termasuk tingginya angka pengangguran yang mencapai 35,8% di kalangan pemuda. Sejak gerakan ini dimulai, jumlah anggota di server Discord mereka melonjak dari sekitar 3.000 menjadi lebih dari 130.000, mencerminkan meningkatnya dukungan terhadap gerakan ini.
Namun, protes damai segera bertransformasi menjadi kerusuhan. Pada Rabu malam, pihak keamanan terpaksa menggunakan senjata api ketika demonstran mulai menyerbu fasilitas keamanan, membakar kendaraan, dan merusak properti. Menurut keterangan resmi, 263 anggota pasukan keamanan dan 23 warga sipil mengalami luka-luka akibat bentrokan ini. “Kami terpaksa bertindak untuk melindungi diri,” ungkap salah satu pejabat keamanan setempat.
Kekerasan meluas hingga ke kota-kota seperti Salé dan Tangier. Di Salé, pemuda melemparkan batu ke arah polisi, menjarah toko, dan membakar kendaraan. Di area lain, termasuk Agadir dan Marrakesh, situasi serupa terjadi dengan demonstran yang merusak kantor polisi dan membakar aset publik. Masyarakat setempat melaporkan bahwa kerusuhan ini adalah yang terburuk sejak demonstrasi tahun 2016-2017 di wilayah Rif utara.
Gerakan GenZ 212 terinspirasi oleh protes lain yang dipimpin pemuda di berbagai belahan dunia, termasuk Asia dan Amerika Latin. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, mereka berhasil memobilisasi massa untuk mendukung tuntutan mereka. Meskipun ada upaya dari Kementerian Dalam Negeri yang menjanjikan perlindungan hak berunjuk rasa, kekerasan yang berlangsung menunjukkan bahwa situasi semakin kritis. Sejak kerusuhan dimulai, 409 orang telah ditangkap, dengan 193 di antaranya akan diadili atas berbagai tuduhan.
Dalam menghadapi kekacauan ini, GenZ 212 menegaskan bahwa mereka tidak memusuhi pasukan keamanan, tetapi lebih kepada pemerintah yang dianggap tidak responsif terhadap aspirasi mereka. Mereka menyuarakan ketidakpuasan terhadap PM Aziz Akhannouch, dengan menuntut pengunduran dirinya dan meminta pemerintah untuk memberantas korupsi yang mereka anggap merugikan rakyat.
Selain tingkat pengangguran yang tinggi, isu layanan publik yang buruk juga menjadi sorotan. Pusat kesehatan di berbagai kota dilaporkan dalam kondisi memprihatinkan, yang menyulut kemarahan masyarakat. Protes yang berlangsung beberapa hari ini dimicu oleh kondisi rumah sakit yang tidak memadai, yang tidak mampu memenuhi kebutuhan warga.
Sementara itu, di kota-kota besar seperti Casablanca dan Taza, demonstrasi berjalan relatif damai. Para pengunjuk rasa mengekspresikan tuntutan mereka secara damai, meskipun situasi di daerah lain tetap rawan. Ekspresi kekhawatiran ini menunjukkan adanya friksi antara pemerintah dan generasi muda, yang semakin vokal dalam menuntut perubahan.
Dengan potensi sosial media untuk menyatukan suara, kelompok pemuda ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menuntut perubahan, tetapi juga berusaha untuk menyampaikan pesan mereka secara efektif. Melihat kejadian ini, banyak pihak berharap agar dialog antara pemerintah dan generasi muda segera dilakukan untuk menemukan jalan tengah demi stabilitas sosial yang lebih baik.
Source: news.okezone.com
