Presiden Kolombia, Gustavo Petro, telah mengusulkan pemindahan markas Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) ke Qatar. Usulan ini diajukan setelah pemerintah Amerika Serikat mencabut visa dan membatalkan kehadirannya pada agenda Sidang Majelis Umum PBB. Petro menilai bahwa pemindahan tersebut akan mempermudah akses bagi negara-negara anggota DK PBB yang tengah menghadapi berbagai tantangan global.
Dalam pernyataan yang disampaikan melalui media sosial, Petro mengatakan, “Saya mengusulkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa supaya markas Dewan Keamanan, setidaknya untuk sementara, dipindah ke Qatar.” Ia melihat Qatar sebagai calon mediator yang memenuhi syarat dalam konflik bersenjata yang sedang terjadi. Menurutnya, pengalaman dan pemahaman terhadap situasi geopolitik di kawasan tersebut akan menjadikan Qatar sebagai tempat yang ideal untuk mendiskusikan solusi damai.
Komitmen Qatar dalam isu-isu internasional, terutama yang berkaitan dengan perdamaian dan keamanan, dapat memberikan kontribusi positif. Petro menyatakan, “Saya kenal sang Emir dan rakyatnya dan paham pengalaman mereka.” Hal ini menegaskan keyakinan Presiden Kolombia bahwa Qatar mampu menjalankan peran yang lebih aktif dalam diplomasi internasional.
Petro juga menekankan pentingnya Qatar untuk memulai proses mediasi dalam konteks kemanusiaan, khususnya bagi masyarakat Jalur Gaza yang saat ini sedang menghadapi serangan. Akses pangan dan dukungan kemanusiaan untuk mereka menjadi salah satu fokus yang ingin diajukan kepada DK PBB. Usulan ini diharapkan dapat mendorong langkah nyata dalam membantu rakyat yang terdampak konflik.
Sikap AS terhadap Petro menjadi sorotan setelah Departemen Luar Negeri AS mencabut visa presiden Kolombia dengan alasan “tindakan sembrono dan provokatif.” Petro menanggapi langkah ini dengan mengatakan bahwa keputusan tersebut mencerminkan ketidakpatuhan AS terhadap hukum internasional. Ia mengusulkan agar markas PBB dipindah ke luar AS sebagai respons terhadap perlakuan yang diterimanya.
Kementerian Luar Negeri Kolombia tak tinggal diam; mereka menuduh AS melanggar norma diplomatik dan berusaha membatasi kedaulatan Kolombia. Tuduhan ini memperlihatkan ketegangan yang meningkat antara kedua negara, serta menunda proses diplomasi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, Petro berupaya memperkuat posisi Kolombia di panggung internasional dan meningkatkan keterlibatan negara-negara lain dalam penyelesaian konflik yang berkepanjangan.
Usulan Petro ini bukanlah hal baru dalam konteks debat yang lebih luas mengenai lokasi markas PBB dan peran negara-negara anggota dalam memastikan efektivitasnya. Perpindahan lokasi markas DK PBB mungkin saja menciptakan dinamika baru dalam politik internasional, terutama jika negara-negara lain bersedia untuk mendukung inisiatif semacam ini.
Petro berharap bahwa langkah ini bisa dijadikan sebagai sinyal kepada komunitas internasional mengenai perlunya memberikan ruang untuk diplomasi yang lebih inklusif. Sebuah langkah yang tidak hanya bermanfaat bagi Kolombia, tetapi juga bagi negara-negara lain yang menghadapi kesulitan dalam berkontribusi dalam forum-forum internasional.
Dalam melakukan perubahan yang diprakarsai oleh Petro, tantangan terberat akan berasal dari aspek logistik dan politik. Namun, jika dapat terlaksana, pemindahan ini bisa menjadi simbol dari komitmen global untuk menciptakan resolusi yang lebih adil dan efektif terhadap konflik di berbagai belahan dunia.
Dengan usulan ini, kolaborasi internasional perlu diperkuat, karena konflik global melibatkan lebih banyak dari sekadar satu negara. Respons komunitas internasional terhadap usulan ini akan menjadi indikator sejauh mana dunia bersedia untuk memperbaiki mekanisme penyelesaian konflik dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia.
Source: www.viva.co.id
