Lantang, Mantan Perwira AS Ungkap Keterlibatan Negaranya dalam Genosida Gaza

Mary Ann Wright, mantan perwira Angkatan Darat Amerika Serikat (AS), telah membuat pernyataan yang mengejutkan mengenai keterlibatan negaranya dalam genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Dalam wawancara dengan kantor berita Anadolu, dia menekankan bahwa jelang penggunaan kekuatan militer Israel yang semakin agresif, pembaca perlu memahami dampak langsung dari kebijakan luar negeri AS yang berkontribusi pada penderitaan rakyat Gaza.

Menurut Wright, tindakan Amerika dalam mendukung Israel tidak hanya sebuah kebijakan luar negeri, tetapi juga menjadi bagian dari kejahatan kemanusiaan yang lebih luas. “Semuanya sangat penting secara moral bagi kita sebagai warga dunia, sehingga kita menentang keterlibatan pemerintah kami dalam genosida Israel di Gaza,” tegasnya. Wright, yang dengan tegas menolak invasi AS ke Irak dan keluar dari posnya sebagai diplomat pada 2003, kini berfokus pada upaya kemanusiaan di Gaza.

Keterlibatan dalam Pergerakan Kemanusiaan

Mary Ann Wright adalah salah satu anggota dari Freedom Flotilla Coalition (FFC), sebuah armada internasional yang bertujuan untuk menembus blokade Israel di Gaza. Sejak 2010, Wright terlibat dalam misi kemanusiaan ini dan pernah mengalami serangan langsung ketika bergabung dengan kapal Mavi Marmara. Dalam insiden tersebut, sejumlah aktivis internasional kehilangan nyawa akibat serangan Israel, menambah catatan pahit terhadap respon global terhadap krisis ini.

Wright menegaskan, perjuangan flotilla bukan hanya sekadar aksi politik; ini adalah tanggung jawab moral global. “Bagi saya, ini tentang melawan kejahatan perang dan pembersihan etnis di Gaza,” ujarnya. Aktivis berpengalaman ini percaya bahwa meskipun banyak kapal lain ditahan atau diserang, misi kemanusiaan mereka harus terus berkembang.

Pelanggaran Hukum Internasional

Dalam pernyataan terbarunya, Wright mencatat pengalaman pahit saat kapal Conscience yang ditumpangi diserang oleh drone Israel di perairan Malta. Ia menggambarkan pengalaman tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional, sebuah tindakan penculikan yang patut dicatat masyarakat dunia. “Mereka menahan orang-orang di perairan internasional dan membawa mereka ke tempat yang tidak mereka inginkan. Itu tindakan ilegal dan tidak manusiawi,” ungkapnya.

Dari sudut pandangnya, dukungan politik dan militer AS terhadap Israel secara langsung menunjukkan keterlibatan AS dalam pelanggaran hak asasi manusia di Gaza. Menurutnya, pemerintah AS harus meninjau kembali hubungannya dengan Israel dan menghentikan pengiriman bantuan militer. “Pemerintah saya tidak bisa terus mengklaim membela hak asasi manusia sambil mempersenjatai penindasan,” tambahnya.

Mengajak Rakyat AS untuk Bertindak

Wright menyerukan kepada warga AS untuk berani menolak kebijakan luar negeri yang dinilai cacat tersebut. Ia berharap rakyat Amerika akan mengingat akan tanggung jawab moral mereka. Dengan menyuarakan ketidakpuasan atas bentuk keterlibatan pemerintah AS, Wright berharap dapat mendorong lebih banyak orang untuk bertindak dan menyuarakan kepedulian terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.

Pandangan Wright ini menjadi perhatian besar dalam konteks eskalasi konflik di kawasan tersebut. Di saat banyak negara dalam keadaan terdampak konflik, suara dari mantan perwira militer seperti Wright memberikan perspektif baru yang mungkin dapat mempengaruhi warga dan pemimpin AS.

Keberanian dan dedikasi Wright dalam memperjuangkan hak asasi manusia terus memicu diskusi hangat di masyarakat. Misi kemanusiaan yang ia jalankan, meskipun berisiko tinggi, menunjukkan ketulusan dan tekad untuk menghentikan penderitaan. Dengan seruan kuatnya kepada wartawan, aktivis, dan masyarakat luas, dia berharap dapat menciptakan gelombang dukungan untuk perdamaian dan keadilan bagi rakyat Palestina.

Source: www.inews.id

Berita Terkait

Back to top button