
Presiden Kolombia Gustavo Petro merespons keras tindakan Amerika Serikat (AS) yang baru-baru ini melakukan bom terhadap kapal yang dinyatakannya sebagai milik Kolombia. Kejadian ini terjadi di perairan Karibia dan melibatkan warga negara Kolombia. Petro mendesak bahwa situasi ini dapat membuka skenario perang baru di kawasan tersebut.
Kehadiran aset-aset militer AS di perairan Karibia telah berlangsung sejak bulan lalu, dengan klaim bahwa militer AS bertujuan memerangi kartel narkoba. Meskipun demikian, langkah ini ditentang oleh Pemerintah Kolombia dan Venezuela. Dalam suatu pernyataan, Petro memperingatkan bahwa agresi ini merupakan “perang demi minyak,” dan mendesak negara-negara Amerika Latin serta komunitas internasional untuk campur tangan.
“Indikasi menunjukkan bahwa kapal yang dibom adalah milik Kolombia dengan warga negara Kolombia di dalamnya. Kami berharap keluarga mereka dapat berbicara. Ini bukan perang melawan penyelundupan, tetapi perang demi kepentingan minyak yang harus dihentikan oleh dunia,” ujar Petro melalui media sosialnya.
Di sisi lain, pejabat AS yang terlibat dalam operasi ini, termasuk Menteri Pertahanan Pete Hegseth, berpendapat bahwa serangan tersebut adalah tindakan yang sah, menargetkan kapal yang dianggap bersangkutan dengan aktivitas penyelundupan narkoba. Hegseth mengklaim bahwa empat individu di kapal tersebut tewas dan tidak ada pasukan AS yang terluka dalam operasi itu. Dia menegaskan, “Serangan ini akan terus berlanjut hingga ancaman terhadap rakyat Amerika berakhir.”
Dari perspektif politik, serangan ini memicu debat sengit di Kongres AS. Senator Adam Schiff mengatakan Kongres memiliki wewenang untuk menyatakan perang. Dia juga memperingatkan bahwa serangan yang tidak memiliki pembenaran hukum bisa menarik AS ke dalam konflik yang lebih besar, bahkan menempatkan warga negara AS dalam bahaya.
Senator Tim Kaine juga mengkritik tindakan pemerintah Trump, mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum yang memadai untuk melancarkan operasi militer semacam itu. Dia mendesak agar pemerintah memberikan informasi detail tentang setiap serangan yang dilakukan, termasuk jumlah korban dan justifikasi dari setiap tindakan yang diambil.
Perang kata-kata antara pemerintah Kolombia dan AS semakin memanas ketika Departemen Luar Negeri AS mengumumkan tindakan untuk mencabut visa Petro. Ini mencuat sebagai respons terhadap dugaan bahwa Petro telah menyerukan tindakan yang dianggap menghasut kekerasan di New York City. Situasi ini juga menggambarkan ketegangan yang meningkat antara kedua negara.
Mengingat situasi ini, skenario konflik yang lebih luas di Karibia menjadi semakin nyata. Banyak pihak di Amerika Latin bergabung dalam seruan Petro untuk menghentikan agresi AS dan mendesak perlunya dialog internasional untuk mengatasi masalah ini. Ancaman akan perang terbuka di area tersebut jika ketegangan berlanjut harus menjadi perhatian bagi semua negara di kawasan.
Para pengamat internasional mengingatkan bahwa situasi semacam ini dapat memiliki dampak yang sangat besar tidak hanya bagi Kolombia dan Venezuela, tetapi juga bagi stabilitas di seluruh kawasan. Pertanyaan yang muncul adalah apakah komunitas internasional akan bertindak untuk meredakan ketegangan atau justru akan menyaksikan eskalasi lebih lanjut dari konflik ini.
Dengan latar belakang perubahan iklim politik dan militer di kawasan, masa depan hubungan antara Kolombia dan AS tampaknya semakin kompleks dan penuh tantangan. Apakah langkah-langkah yang diambil oleh Petro dan dukungan dari negara-negara tetangga dapat mencegah terjadinya perang terbuka masih harus dilihat.
Source: international.sindonews.com





