Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap keputusan Komite Nobel yang dinilai tidak memberikan Hadiah Nobel Perdamaian kepada mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam pernyataannya, Putin menyebut tindakan Komite Nobel sebagai kehilangan kredibilitas yang serius dan menganggap bahwa mereka telah berulang kali memberikan penghargaan kepada individu yang tidak layak. Pujiannya terhadap Trump didasarkan pada pandangannya bahwa mantan presiden AS tersebut berperan aktif dalam upaya perdamaian, termasuk konflik di Ukraina dan Timur Tengah.
Dalam wawancara yang dilansir oleh media Sputnik, Putin menilai bahwa keputusan Komite Nobel untuk tidak menganugerahkan penghargaan perdamaian kepada Trump mendorong adanya inkonsistensi dalam penilaian mereka. “Komite Nobel telah menyebabkan kerusakan besar pada kredibilitas penghargaan ini dengan keputusannya,” ucapnya. Putin menyoroti bahwa Trump telah berupaya dengan tulus untuk menyelesaikan krisis di kawasan, dan dengan demikian seharusnya diakui dengan penghargaan tersebut.
Bahkan, Putin merujuk kepada beberapa penerima Nobel Perdamaian sebelumnya yang menurutnya tidak berkontribusi nyata terhadap perdamaian dunia. Dia mempertegas, “Mereka berulang kali memberikan Nobel Perdamaian kepada orang-orang yang tidak melakukan apa pun untuk perdamaian.” Melalui kritikannya, Putin menjelaskan kontribusi Trump dalam mengupayakan gencatan senjata di Jalur Gaza dan meredakan ketegangan di Timur Tengah sebagai contoh konkret dari diplomasi damai yang seharusnya dihargai secara global.
Komite Nobel tahun ini menganugerahkan Hadiah Perdamaian 2025 kepada Maria Corina Machado, pemimpin oposisi Venezuela, yang dianggap berjuang untuk demokrasi di negaranya. Keputusan ini menuai kritik tidak hanya dari Putin, tetapi juga dari Gedung Putih. Direktur Komunikasi Gedung Putih, Steven Cheung, menyatakan ketidakpuasan mereka melalui media sosial. Ia menegaskan, “Komite Nobel membuktikan bahwa mereka mengutamakan politik daripada perdamaian.” Cheung juga menekankan bahwa Trump akan terus berupaya mendamaikan konflik global meski tidak mendapatkan pengakuan dari Komite Nobel.
Penting untuk dicatat bahwa proses pencalonan untuk Hadiah Nobel Perdamaian ditutup pada Januari 2025, bulan yang sama ketika Trump dilantik sebagai presiden. Oleh karena itu, langkah-langkah perdamaian yang diambil Trump setelah masa jabatannya tidak diakui pada tahun ini. Upaya-upaya tersebut mencakup mediasi dalam konflik-konflik signifikan seperti India-Pakistan, Armenia-Azerbaijan, dan terbaru, ketegangan di Gaza.
Reaksi dari Putin dan Gedung Putih ini mencerminkan pandangan yang lebih luas mengenai penghargaan internasional dan peran politik di dalamnya. Saat dunia menilai tokoh-tokoh yang dianggap layak menerima penghargaan perdamaian, persoalan tentang subjektivitas dalam penilaian sering kali muncul ke permukaan. Bagi Putin, keputusan Komite Nobel menjadi cerminan dari kecenderungan politik yang lebih besar, di mana keputusan-keputusan sering dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kontribusi nyata terhadap perdamaian.
Selama bertahun-tahun, reputasi dan kredibilitas Komite Nobel telah menjadi perdebatan di antara berbagai kalangan, terlepas dari prestise yang melekat pada penghargaan itu sendiri. Keterlibatan Rusia dan AS dalam diskusi semacam ini menunjukkan bahwa pencapaian perdamaian dan pengakuan internasional terus menerus menjadi arena pertempuran diplomatik yang kompleks dan sering kali kontroversial. Penilaian atas siapa yang layak menerima Hadiah Nobel Perdamaian ke depan akan selalu menjadi hal yang dipantau secara cermat, sementara dinamika politik global terus berlanjut.
Source: www.inews.id
