
Sekitar 200 tentara Amerika Serikat (AS) bersiap untuk bergabung dengan pasukan multinasional yang akan bertugas memantau dan mendukung pelaksanaan gencatan senjata di Jalur Gaza. Langkah ini diumumkan oleh pejabat pemerintah AS dalam konteks penerapan kesepakatan yang ditengahi oleh mantan Presiden Donald Trump. Meskipun akan ada kehadiran pasukan AS, pejabat tersebut menekankan bahwa tidak ada tentara AS yang akan memasuki Gaza.
Pasukan yang ditugaskan akan membangun "pusat kendali bersama" dan bekerja sama dengan personel militer dari berbagai negara sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi ketegangan dengan Angkatan Pertahanan Israel (IDF). Laksamana Bradley Cooper, komandan Komando Pusat AS (CENTCOM), akan memimpin operasi ini. Menurut pejabat yang terlibat, fungsi utama dari kehadiran ini lebih kepada pengawasan untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang terjadi selama periode gencatan senjata.
Keterlibatan AS dalam misi ini juga akan melibatkan kerja sama dengan militer dari Mesir, Qatar, dan Turki. Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengungkapkan bahwa pasukan ini akan berfungsi sebagai bagian dari "Pasukan Stabilisasi Internasional." Menyusul pembicaraan mengenai penempatan mereka, diharapkan mereka dapat secara efektif memonitor kesepakatan damai di kawasan tersebut.
Rencana Gencatan Senjata
Rencana gencatan senjata ini merupakan bagian dari inisiatif yang lebih besar yang diprakarsai oleh Trump, yang mencakup 20 poin yang mengatur berbagai aspek. Salah satu poin utama adalah penarikan tentara Israel dari Jalur Gaza secara bertahap setelah melakukan pertukaran tahanan. Israel diharapkan membebaskan semua tawanan yang ditahan di sana sebagai imbalan atas sekitar 2.000 tahanan Palestina.
Langkah selanjutnya, menurut rencana tersebut, akan melibatkan pembentukan pemerintahan baru di Gaza yang tidak melibatkan Hamas, serta pasukan keamanan yang terdiri dari warga Palestina dan tentara negara-negara Arab serta Islam. Rencana ini juga mencakup pendanaan dari negara-negara Arab untuk rekonstruksi Jalur Gaza, yang dianggap perlu untuk stabilitas jangka panjang di wilayah tersebut.
Situasi di Lapangan
Sementara gencatan senjata mulai dilaksanakan, kondisi di Gaza masih memprihatinkan. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa 17 warga Palestina tewas dan 71 lainnya luka-luka akibat serangan yang terjadi dalam 24 jam terakhir. Korban tewas ini menambah total angka kematian menjadi 67.211, sementara jumlah korban luka-luka mencapai 169.961 sejak dimulainya kekerasan pada 7 Oktober 2023.
Operasi Pengawasan dan Integrasi Pasukan
Dalam konteks ini, pasukan AS diharapkan dapat menjadi penghubung penting dengan pasukan internasional lainnya di lapangan. Mereka akan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kesepakatan damai dihormati dan diimplementasikan dengan semestinya. Diskusi lebih lanjut diharapkan akan menambah aspek-aspek terkait misi ini, termasuk penonaktifan instalasi militer Israel di Gaza.
Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, telah mengonfirmasi bahwa tahap pertama penarikan tentara Israel telah selesai, dan periode 72 jam untuk membebaskan sandera dimulai. Langkah ini diharapkan menjadi awal dari proses lebih lanjut menuju perdamaian yang lebih langgeng di kawasan yang kerap dilanda konflik ini.
Dengan situasi yang terus berkembang, keterlibatan pasukan multinasional, termasuk tentara AS, diharapkan dapat membantu meredakan ketegangan dan menciptakan kondisi yang lebih stabil di Jalur Gaza. Pihak yang terlibat masih menyisakan banyak aspek yang perlu dijelaskan dan dinyatakan agar rencana ini bisa berjalan dengan efektif.
Source: international.sindonews.com





