Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump hingga saat ini belum mengambil keputusan mengenai penunjukan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, sebagai anggota Dewan Perdamaian, yang direncanakan untuk mengawasi masa depan Gaza. Dalam kesempatan berbicara dengan wartawan di pesawat Air Force One dalam perjalanan menuju Israel, Trump mengungkapkan bahwa ia tengah mempertimbangkan apakah Blair akan diterima oleh semua pihak terkait dengan proses perdamaian di kawasan tersebut.
“Saya selalu menyukai Tony, tetapi saya ingin memastikan bahwa dia adalah pilihan yang dapat diterima oleh semua orang,” ujar Trump, seperti yang dikutip dari BBC News pada Senin (13/10). Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun Trump memiliki afiliasi positif terhadap Blair, ia menyadari pentingnya konsensus di antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di Gaza.
Trump juga menekankan keinginannya agar Dewan Perdamaian segera terbentuk, namun ia masih ragu mengenai penerimaan Blair dalam konteks ini. “Saya ingin menyadari bahwa Tony akan disukai semua orang, karena saya sendiri tidak yakin akan hal itu,” tambahnya. Hal ini mencerminkan kesadaran Trump akan sensitivitas situasi politik di Timur Tengah, di mana kehadiran tokoh publik yang dipandang kontroversial dapat mempengaruhi proses perdamaian.
Pernyataan tersebut muncul setelah Wakil Kepala Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hussein al-Sheikh, membagikan foto pertemuannya dengan Blair. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Minggu, Al-Sheikh menyatakan bahwa diskusi mereka berfokus pada masa depan Gaza serta dukungan untuk inisiatif yang dipimpin AS. “Hari ini, saya bertemu dengan Bapak Tony Blair untuk membahas rencana selanjutnya dan menyukseskan rencana Trump untuk menghentikan perang di Gaza serta membangun perdamaian abadi di kawasan tersebut,” tulis Al-Sheikh dalam unggahannya.
Situasi ini menunjukkan bahwa ada kolaborasi yang sedang dibangun antara PLO dan pihak-pihak internasional, termasuk Trump dan Blair, untuk menciptakan stabilitas di kawasan yang telah lama dilanda konflik. Al-Sheikh menegaskan bahwa PLO siap bekerja sama dalam rangka merancang kembali wilayah tersebut pascakonflik.
Dewan Perdamaian yang dicetuskan Trump diharapkan dapat memainkan peran penting dalam memfasilitasi dialog antara pihak-pihak yang berseteru. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam menemukan pemimpin yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Dalam konteks ini, Tony Blair, yang memegang posisi penting dalam politik internasional, mungkin memiliki kapabilitas untuk mendukung upaya diplomasi, tetapi juga berisiko tidak diterima oleh semua kalangan, terutama di kawasan yang sensitif ini.
Langkah sederhananya adalah memastikan siapa saja yang terlibat dalam Dewan akan mampu membangun kepercayaan di antara wilayah-wilayah yang bertikai. Beberapa pengamat mencatat bahwa ketidakpastian ini mencerminkan kompleksitas situasi politik di Gaza. Jika Blair tidak mendapatkan dukungan luas, upaya perdamaian yang dipimpin AS akan berisiko tidak mendapatkan momentum yang dibutuhkan untuk memulai proses yang lebih konstruktif.
Seiring dengan rencana perdamaian yang diusulkan oleh AS, yang terdiri dari 20 poin untuk mengakhiri perang di Gaza, penting bagi semua pihak untuk melihat gambaran yang lebih besar daripada sekadar kepentingan individual. Kehadiran tokoh-tokoh seperti Tony Blair dalam forum semacam ini bisa menjadi titik tolak, tetapi tanpa dukungan yang luas, peluang untuk mencapai visi perdamaian yang abadi akan semakin kecil.
Sementara itu, perhatian dunia kini tertuju pada keputusan Trump, karena langkah selanjutnya akan sangat menentukan arah usaha perdamaian yang sudah lama ditunggu-tunggu. Pihak-pihak yang terlibat di kawasan tersebut berharap semoga keputusan yang diambil dalam waktu dekat dapat memberikan harapan baru bagi kestabilan di Gaza dan sekitarnya.
Source: mediaindonesia.com





