Erdogan dan Perannya di Balik Ketidakhadiran Netanyahu pada KTT Perdamaian Gaza

Ketidakhadiran Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di KTT Perdamaian Gaza yang diadakan di Sharm El Sheikh, Mesir, pada 13 Oktober 2025, menjadi sorotan utama dalam politik internasional. Meskipun pemerintah Mesir sudah mengonfirmasi kehadirannya, Netanyahu membatalkan partisipasinya secara mendadak dengan alasan yang terkesan mendesak. Penjelasan resmi dari Kantor Perdana Menteri Israel menyebutkan bahwa tanggal KTT bertepatan dengan hari raya Yahudi, namun di balik alasan tersebut, muncul spekulasi mengenai peran Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Seorang pejabat Turki yang berbicara dengan Reuters mengungkapkan bahwa Erdogan, didukung oleh sejumlah pemimpin negara Arab dan Muslim, secara tegas menolak kehadiran Netanyahu dalam KTT tersebut. Mereka berpendapat bahwa kehadiran Netanyahu dapat mengganggu atmosfer diplomasi dan meningkatkan ketegangan, terutama mengingat serangan militer Israel ke Gaza yang berkepanjangan selama dua tahun terakhir. “Beberapa negara merasa bahwa pertemuan perdamaian tidak seharusnya dijadikan ajang legitimasi bagi Netanyahu, yang menjadi sorotan atas korban sipil yang tinggi di Gaza,” kata sumber tersebut.

Kekhawatiran ini membuat beberapa negara bahkan mengancam untuk tidak hadir dalam KTT jika Netanyahu tetap diundang. Ketegangan ini mencerminkan polarisasi yang ada seputar isu Palestina-Israel di kawasan.

Di sisi lain, KTT Perdamaian Gaza yang digagas oleh Mesir dan Amerika Serikat dihadiri oleh berbagai pemimpin dunia lainnya, termasuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan lebih dari 30 pemimpin negara serta organisasi internasional. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memperkuat kesepakatan gencatan senjata dan menegaskan komitmen internasional terhadap rekonstruksi Gaza pascaperang, yang menjadi salah satu fokus utama setelah exacerbation konflik.

Peran Turki di sini cukup signifikan. Selama dua tahun terakhir, Turki telah menjadi salah satu pengkritik paling vokal terhadap tindakan Israel. Namun, di samping kritik tersebut, Ankara juga berperan aktif dalam merundingkan gencatan senjata, termasuk keterlibatan Hamas dan Israel dalam dialog yang dapat membawa kedamaian.

Erdogan sendiri menyambut baik kehadiran pemimpin lain di KTT tersebut, menilai bahwa kolaborasi internasional sangat penting dalam mencapai solusi jangka panjang untuk konflik yang berkepanjangan ini. Dalam konteks ini, ketidakhadiran Netanyahu dapat dilihat sebagai hasil dari perimbangan kekuatan yang baru dan tekanan dari negara-negara yang selama ini berseberangan dengan kebijakan Israel.

Meski belum ada tanggapan resmi dari pihak Netanyahu terkait laporan ini, ketegangan yang muncul menunjukkan betapa rumitnya dinamika politik di kawasan. Keputusan untuk tidak hadir dalam KTT tersebut bisa jadi merupakan refleksi dari tekanan internasional yang semakin meningkat terhadap kebijakan Israel.

Lebih dari sekadar indikator ketidakstabilan, ketidakhadiran Netanyahu juga mencerminkan ketidakpastian masa depan diplomasi Timur Tengah. Berbagai elemen dalam politik internasional, termasuk sikap negara-negara Arab dan Muslim, akan terus memengaruhi arah kebijakan Israel. Dengan latar belakang sejarah dan sosial yang rumit, KTT ini menjadi momen penting untuk mengeksplorasi kemungkinan rekonsiliasi dan perdamaian yang lebih berkelanjutan.

Perlu dicatat bahwa perhatian internasional terhadap isu Palestina-Israel masih sangat tinggi. munculnya kekuatan baru di kawasan, termasuk Turki, mungkin akan mengubah cara dunia melihat dan berinteraksi dengan konflik yang berlarut-larut ini. Ketidakhadiran Netanyahu di KTT Perdamaian Gaza jelas bukan sekadar masalah logistik, tetapi menunjukkan berbagai lapisan kepentingan politik dan strategi yang berlangsung di dalam dan luar kawasan.

Source: www.inews.id

Exit mobile version