Presiden Afsel: Pengadilan Kasus Genosida Terus Berlanjut Meski Gencatan Senjata Gaza

Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, menegaskan bahwa gencatan senjata yang baru saja dicapai di Gaza tidak akan memengaruhi upaya negaranya dalam mengajukan kasus genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ). Pernyataan ini disampaikan Ramaphosa di Parlemen Cape Town pada 14 Oktober 2025, menegaskan komitmen Afrika Selatan untuk melanjutkan kasus yang diajukan pada 2023 meskipun situasi di lapangan menunjukkan perubahan.

Ramaphosa mengungkapkan, “Kesepakatan damai yang kami sambut baik ini tidak akan berpengaruh pada kasus yang sedang ditangani Mahkamah Internasional.” Ia menambahkan bahwa Israel diwajibkan untuk memberikan tanggapan atas tuntutan tersebut paling lambat Januari 2026. Hal ini mengindikasikan bahwa proses hukum akan tetap berjalan meskipun upaya diplomatik untuk mengakhiri konflik di Gaza telah dilakukan.

Kasus ini diajukan oleh Afrika Selatan pada bulan Desember 2023, dengan tuduhan bahwa Israel melakukan tindakan genosida di Gaza. Afrika Selatan menyerahkan dokumen setebal 500 halaman pada Oktober 2024, menguraikan argumen hukum dan bukti-bukti terkait. Rencana sidang lisan dijadwalkan diperdengarkan pada tahun 2027, dan putusan akhir diperkirakan akan dikeluarkan pada akhir 2027 atau awal 2028.

ICJ juga telah mengeluarkan tiga langkah sementara yang mengharuskan Israel untuk menghentikan tindakan genosida dan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun, Israel sebagian besar gagal untuk mematuhi ketentuan tersebut. Menurut data otoritas kesehatan Palestina, lebih dari 67.000 warga Palestina telah kehilangan nyawa sejak Oktober 2023, menciptakan tekanan internasional yang semakin mendalam terhadap Israel.

Pernyataan Ramaphosa menggugah berbagai reaksi di tingkat internasional. Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, menekankan pentingnya keadilan dalam pernyataannya di media sosial. Ia berkomentar, “Perdamaian tanpa keadilan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan martabat tidak akan berkelanjutan.” Pernyataan ini menyoroti esensi dari proses hukum yang sedang berlangsung.

Dalam konteks yang sama, Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, yang dikenal sebagai kritikus keras Israel, menyerukan agar gencatan senjata tidak bermakna impunitas bagi tindakan yang telah dilakukan. Sanchez menegaskan, “Tidak boleh ada impunitas. Para pelaku utama genosida harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.”

Sejumlah kelompok hak asasi manusia, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, juga telah menuduh Israel melakukan tindakan genosida dalam konteks konflik ini. Sebuah komisi penyelidikan PBB yang dilaksanakan pada September 2025 menemukan adanya bukti yang mengarah pada tuduhan genosida yang diajukan terhadap Israel. Namun, pemerintah Israel tetap menolak tuduhan tersebut, menciptakan ketegangan lebih lanjut di kancah internasional.

Menariknya, beberapa negara lain juga menunjukkan dukungan terhadap upaya Afrika Selatan dengan menyatakan niat untuk bergabung dalam kasus di ICJ. Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Turki, dan Kolombia telah mengungkapkan niat mereka untuk memberikan dukungan hukum. Presiden Kolombia, Gustavo Petro, bahkan menyatakan bahwa tidak bertindak dapat berisiko “terlibat dalam kekejaman.”

Afrika Selatan sendiri merupakan salah satu ketua The Hague Group, koalisi yang dibentuk pada Januari 2025 untuk mempertanggungjawabkan Israel melalui upaya hukum, diplomatik, dan ekonomi. Pendekatan ini menandakan langkah kuat dalam diplomasi internasional yang berusaha mengakhiri konflik di Gaza dan memaksa keadilan untuk pihak-pihak yang terdampak.

Dengan situasi yang terus berkembang, perhatian dunia tetap tertuju pada hasil dari proses hukum ini dan bagaimana hal tersebut dapat mendorong perlunya keadilan dan pemulihan bagi warga Palestina. Kasus ini menjadi salah satu ujian penting bagi sistem hukum internasional dan kemanusiaan global.

Source: news.okezone.com

Exit mobile version