Hamas Sediakan Taurat dan Perlengkapan Ibadah Yahudi, Cerita Tentara Israel

Seorang tentara Israel, Matan Angrest, yang dibebaskan oleh Hamas pada 13 Oktober 2025, mengungkapkan kisah yang mencolok tentang perlakuan yang diterimanya selama masa penahanan di Gaza. Dalam wawancara pertamanya setelah dibebaskan, Angrest mengungkapkan bahwa ia mendapatkan perlengkapan ibadah Yahudi, termasuk kitab Taurat, setelah memintanya kepada para penculik. Informasi ini dilaporkan oleh media Israel, Channel 13.

Dalam wawancaranya, Angrest menjelaskan bahwa ia telah meminta tefillin dan siddur, buku doa Yahudi, kepada Hamas. Ia mengungkapkan bahwa kelompok tersebut memenuhi permintaannya dengan membawa barang-barang tersebut dari lokasi-lokasi di mana tentara Israel sebelumnya beroperasi. Angrest melaksanakan salat tiga kali sehari di dalam terowongan untuk berdoa. Ia juga selamat dari sejumlah serangan udara Israel yang menargetkan area tempat ia ditahan.

Kisah Angrest menyoroti dua sisi yang berbeda dari masalah penahanan ini. Sementara dia melaporkan perlakuan yang relatif baik, organisasi hak asasi manusia sering mengingatkan bahwa kondisi tahanan Palestina di penjara Israel sering kali sangat buruk, meliputi dugaan penyiksaan dan kelalaian medis. Hal ini menjadi catatan penting dalam konteks konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina.

Hamas, dalam berbagai pernyataannya, menegaskan bahwa mereka berupaya melindungi nyawa para tahanan. Sementara itu, mereka terlibat dalam negosiasi yang melibatkan pembebasan sejumlah sandera Israel, termasuk Angrest. Negosiasi tersebut menghasilkan kesepakatan di mana Hamas membebaskan 20 sandera Israel dan menyerahkan jenazah 10 sandera lainnya sebagai imbalan untuk pembebasan hampir 2.000 tahanan Palestina.

Perjanjian ini dicapai pada pekan lalu berdasarkan rencana yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Rencana tersebut mencakup langkah-langkah untuk membangun kembali Gaza dan menciptakan pemerintahan baru di wilayah tersebut tanpa kehadiran Hamas. Namun, kondisi di Gaza saat ini sangat tragis, dengan laporan bahwa serangan Israel telah menewaskan hampir 68.000 warga Palestina sejak Oktober 2023. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menjadikan wilayah tersebut hampir tidak dapat dihuni.

Kisah Matan Angrest tidak hanya mencerminkan situasi individu seorang tentara, tetapi juga menjadi gambaran besar dari kompleksitas konflik yang masih berlangsung. Sementara ada upaya untuk mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan di saat-saat kritis, kenyataan di lapangan tetap menunjukkan bahwa situasi ini sangat rumit. Kedua pihak berupaya memperjuangkan posisi mereka masing-masing, dan di tengah semua ini, kehidupan ribuan orang terancam.

Dari perspektif yang lebih luas, ini adalah contoh bagaimana konflik yang berkepanjangan dapat melahirkan kisah-kisah manusia yang penuh emosi dan ketegangan. Langkah-langkah untuk mengakhiri kekerasan dan membangun kembali wilayah yang telah hancur menjadi tantangan besar bagi para pemimpin kedua belah pihak. Mesin diplomasi perlu terus berputar untuk menemukan jalan keluar yang bukan hanya adil, tetapi juga membawa perdamaian yang langgeng bagi semua pihak yang terlibat.

Dampak dari konflik ini jauh lebih besar dari sekadar angka. Setiap orang yang terlibat, baik sebagai sandera maupun sebagai pihak yang terlibat dalam pertempuran, membawa kisah unik mereka sendiri, yang pada akhirnya membentuk narasi dari sejarah yang sedang berlangsung. Di tengah kesulitan dan penderitaan, harapan akan perdamaian tetap ada, meskipun hanya samar.

Source: www.viva.co.id

Berita Terkait

Back to top button