84% Terumbu Karang Dunia Memutih, Ilmuwan: Waktu Kita Hampir Habis

Pemanasan global kini semakin mendesak, dengan laporan terbaru menyatakan bahwa 84 persen terumbu karang di seluruh dunia telah mengalami pemutihan. Temuan ini menjadi perhatian utama dalam laporan "Global Tipping Points", yang dihasilkan oleh 160 peneliti internasional. Mereka memperingatkan bahwa ekosistem laut dunia berada di ambang batas yang sangat berbahaya. Kondisi ini menandakan bahwa kita mungkin berada di titik kritis yang bisa meruntuhkan sistem alam secara permanen.

Peningkatan suhu global mencapai angka 1,4°C telah berkontribusi terhadap fenomena memutihnya terumbu karang. Terumbu karang sangat penting karena menjadi habitat bagi sekitar 25 persen spesies laut dan berperan vital dalam ekosistem laut. Namun, tanpa tindakan nyata untuk menurunkan suhu global, dampak kerusakan ini berpotensi meluas, menyebabkan hilangnya biodiveritas yang tak tergantikan.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa efek dari pemanasan global tidak hanya terlihat di lautan, tetapi juga mempengaruhi hutan hujan Amazon. Proses penggundulan hutan mempercepat pemanasan, yang pada gilirannya merubah batas aman untuk ekosistem Amazon. Hal ini menandakan bahwa hutan tersebut terancam runtuh lebih cepat daripada prediksi awal.

Titik Kritis Ekosistem Laut

Para ilmuwan juga mengkhawatirkan potensi gangguan pada Sirkulasi Arus Laut Atlantik (AMOC). Jika sistem ini terganggu, panas yang disimpan di lautan tidak akan terdistribusi dengan baik, dan dapat memicu bencana iklim di berbagai belahan dunia, termasuk cuaca ekstrem dan perubahan pola musim.

Tim Lenton, seorang pakar lingkungan dari Universitas Exeter dan penulis utama laporan, menekankan bahwa perubahan yang terjadi sudah berlangsung terlalu cepat, dan di beberapa bagian alami, proses ini sudah tidak dapat dibalik. "Akan tetapi, masih ada harapan. Kita masih memiliki kekuatan untuk mengubah arah," ujar Lenton.

Energi Terbarukan sebagai Harapan

Terdapat secercah harapan di tengah kegelapan ini. Tahun ini, untuk pertama kalinya, sumber energi terbarukan berhasil melampaui batu bara sebagai penyedia listrik terbesar di dunia. Menurut lembaga riset energi Ember, ini merupakan langkah signifikan untuk transisi menuju sistem energi yang lebih bersih.

Dengan penurunan penggunaan bahan bakar fosil, hasilnya diharapkan dapat mengurangi emisi karbon yang merupakan penyebab utama pemanasan global. "Negara-negara yang terlibat dalam COP30 harus mempercepat langkah nyata dalam menghapus bahan bakar fosil," tegas Lenton.

Kondisi Terkini dan Langkah ke Depan

Dalam dua tahun terakhir, bumi mencatatkan rekor suhu terpanas dalam sejarah. Menurut badan ilmiah PBB dan Uni Eropa, rata-rata suhu global kini telah meningkat antara 1,3 hingga 1,4°C dibandingkan dengan masa pra-industri. Kenaikan ini menyebabkan gelombang panas laut masif, yang memperburuk kondisi terumbu karang.

Para ilmuwan menegaskan bahwa untuk memberi kesempatan bagi terumbu karang dan ekosistem laut untuk pulih, suhu global perlu kembali turun hingga mendekati 1°C di atas level pra-industri. "Waktu untuk bertindak semakin sempit, dan laporan ini menegaskan bahwa dampak buruk perubahan iklim terus meningkat dari tahun ke tahun," kata Pep Canadell, ilmuwan senior di Pusat Ilmu Iklim CSIRO Australia.

Ketidakpastian dan dampak serius dari perubahan iklim ini membuat aksi global menjadi lebih mendesak. Upaya bersama dapat menentukan nasib ekosistem laut dan iklim global dalam tahun-tahun mendatang.

Source: www.suara.com

Exit mobile version