PBB: 300.000 Siswa di Jalur Gaza Siap Kembali Bersekolah Setelah Konflik

Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) mengumumkan bahwa sekitar 300.000 siswa di Jalur Gaza, Palestina, dapat melanjutkan pendidikan mereka setelah mengalami gangguan pendidikan akibat konflik dan pandemi. Menurut Adnan Abu Hasna, penasihat media UNRWA, sekitar 10.000 siswa akan mengikuti pembelajaran secara tatap muka, sementara mayoritas lainnya akan belajar jarak jauh. "UNRWA telah menyusun rencana untuk melanjutkan proses pendidikan bagi 300.000 siswa Palestina dan jumlah ini kemungkinan akan meningkat," ujarnya dalam pernyataan di platform X.

Situasi pendidikan di Jalur Gaza sangat memprihatinkan. Dalam laporan terbaru, banyak sekolah mengalami kerusakan parah akibat serangan yang dilancarkan oleh Israel. Data dari Kementerian Pendidikan Palestina mencatat bahwa sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023, 172 sekolah negeri telah hancur, dan lebih dari 100 sekolah yang dikelola UNRWA juga terpengaruh. Keadaan ini membuat siswa terpaksa belajar dari jarak jauh untuk memastikan mereka tetap mendapatkan pendidikan.

Kementerian Pendidikan Palestina menyampaikan bahwa dampak dari konflik sangat besar, dengan 17.711 siswa yang tewas dan lebih dari 25.000 lainnya terluka. Selain itu, sebanyak 763 pekerja pendidikan gugur dalam situasi ini. Kerugian ini menunjukkan betapa gentingnya situasi serta pentingnya upaya pemulihan yang dilakukan oleh UNRWA dan pemerintah Palestina.

Rencana Pembelajaran Jarak Jauh

Dalam upaya untuk mengatasi situasi ini, UNRWA melibatkan sekitar 8.000 guru dalam program pendidikan yang baru ini. Pembelajaran jarak jauh menjadi satu-satunya pilihan untuk melindungi siswa dari lanjutnya kekerasan. "Kami berusaha menyediakan pendidikan yang aman, meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi," imbuh Abu Hasna.

Saat ini, UNRWA juga merencanakan revitalisasi 22 klinik kesehatan pusat di Jalur Gaza dan menyediakan bantuan makanan melalui puluhan titik distribusi. Pihak PBB mencatat bahwa kebutuhan dasar seperti bahan bangunan, selimut, dan obat-obatan terhambat karena pembatasan dari Israel, yang semakin memperberat kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut.

Krisis Kemanusiaan dan Gencatan Senjata

Abu Hasna memperingatkan bahwa 95 persen penduduk Gaza kini bergantung pada bantuan kemanusiaan, terutama setelah banyak yang kehilangan mata pencaharian mereka akibat kekacauan yang berkepanjangan. Ratusan ribu orang yang terpaksa mengungsi tinggal di tempat terbuka, dengan banyak di antara mereka yang telah kembali ke Kota Gaza setelah diberlakukannya gencatan senjata pada 10 Oktober 2025.

Israel dan Hamas, kelompok perlawanan Palestina, sepakat untuk melaksanakan gencatan senjata sebagai bagian dari rencana yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump. Meski demikian, tantangan besar tetap mengancam proses pemulihan di Gaza, termasuk upaya pembangunan infrastruktur pendidikan yang sangat dibutuhkan.

Upaya Pembangunan Kembali dan Tantangan ke Depan

UNRWA kini menghadapi tantangan untuk melakukan rekonstruksi dan memastikan keberlanjutan pendidikan bagi ribuan siswa. Rencana pembangunan kembali juga meliputi pemulihan kondisi yang layak bagi sekolah-sekolah yang hancur. PBB memperkirakan bahwa biaya rekonstruksi akan sangat besar, mengingat infrastruktur yang rusak parah dan kebutuhan mendesak untuk menyediakan layanan dasar bagi warga Gaza.

Ke depan, perhatian dunia internasional dan dukungan kemanusiaan sangat dibutuhkan untuk meringankan beban yang dihadapi penduduk Jalur Gaza. Dalam situasi yang serba sulit ini, pendidikan tetap menjadi harapan untuk generasi mendatang agar dapat membangun masa depan yang lebih baik di tengah tantangan yang ada. Dengan langkah-langkah yang diambil oleh UNRWA dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan peluang belajar bagi anak-anak Gaza akan tetap terjaga.

Source: www.viva.co.id

Berita Terkait

Back to top button