Polemik mengenai penolakan visa untuk enam atlet senam asal Israel yang dijadwalkan tampil di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta semakin memanas. Federasi Senam Israel (FIG) bersamaan dengan Komite Olimpiade dan Kementerian Olahraga Israel telah mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) setelah Indonesia mengumumkan keputusan tidak mengizinkan kedatangan delegasi Israel.
Keputusan tersebut mencerminkan kebijakan nasional Indonesia yang telah lama konsisten, yaitu tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel hingga negara tersebut mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh. Menurut Ita Juliati, Presiden Federasi Senam Indonesia, keputusan itu bukan diambil sepihak, melainkan berdasarkan dukungan dari Federasi Senam Internasional (FIG) yang memahami posisi Indonesia. “Kami menerima panggilan resmi dari FIG yang menyatakan dukungan terhadap sikap Indonesia. Ini adalah langkah yang sejalan dengan kebijakan nasional kami,” ujar Ita.
Menteri Imigrasi Agus Andrianto juga menegaskan bahwa proses penolakan visa dilakukan secara sah dan transparan, serta bukan karena tekanan politik. Ia menjelaskan, “Proses ini diinisiasi oleh penyelenggara, bukan keputusan sepihak pemerintah. Kami menghargai komitmen FIG dalam menjaga ketertiban dan kredibilitas kejuaraan di level internasional.”
Di sisi lain, Federasi Senam Israel mengkritik keputusan ini dengan menyebut tindakan tersebut sebagai “sangat tidak pantas” dan mengancam integritas dunia olahraga. Mereka menyatakan bahwa semua prosedur pendaftaran telah diselesaikan dan visa sudah diterbitkan sebelum keputusan pencabutan diumumkan. Ketua Komite Olimpiade Israel, Yael Arad, menyatakan akan menempuh semua jalur hukum untuk memastikan atlet mereka dapat bertanding. “Kami berharap pemerintah Indonesia menghormati Piagam Olimpiade dan mengizinkan tim Israel bertanding,” ujarnya.
Federasi Senam Israel juga mengingatkan bahwa salah satu atlet yang terdampak adalah Artem Dolgopyat, yang merupakan peraih medali emas Olimpiade dan juara dunia. Mereka menilai keputusan ini berpotensi menciptakan preseden berbahaya, di mana pertimbangan politik dapat mempengaruhi partisipasi atlet internasional.
Namun, dukungan terhadap keputusan Indonesia tampak luas di dalam negeri. Banyak pihak beranggapan langkah pemerintah sudah tepat dan konsisten dengan sikap Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina. Meski situasi ini menimbulkan ketegangan diplomatik kecil, penyelenggara Kejuaraan Dunia Senam 2025 tetap berkomitmen untuk menggelar acara sesuai jadwal pada 19–25 Oktober di Jakarta.
FIG Indonesia menjamin bahwa semua peserta dari negara lain akan mendapatkan fasilitas dan keamanan penuh. Banding yang diajukan Israel ke CAS diharapkan tidak memengaruhi jalannya kompetisi. Proses hukum di CAS cenderung memakan waktu, sehingga hasilnya baru bisa diketahui setelah kejuaraan berakhir. “Yang penting bagi kami adalah menjaga kelancaran dan keamanan acara ini,” tambah Ita Juliati. Ia berharap bahwa dunia internasional dapat memahami bahwa Indonesia tetap menghargai nilai-nilai olahraga, sambil tetap menghormati prinsip politik luar negeri yang dipegang teguh.
Polemik ini menunjukkan betapa rumitnya permasalahan di dunia olahraga ketika dihadapkan pada situasi politik dan diplomatik. Dengan ketegangan yang terus berlanjut, penyelenggaraan Kejuaraan Dunia Senam 2025 di Jakarta akan menyajikan tantangan tersendiri bagi semua pihak yang terlibat.
Source: www.suara.com
