Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan bahwa pemerintahannya tidak akan mengirimkan pasukan AS untuk melucuti senjata Hamas, meskipun mengakui kemungkinan intervensi lain jika kelompok tersebut gagal memenuhi kesepakatan gencatan senjata. Dalam wawancara yang disiarkan di Fox News pada 19 Oktober 2025, Trump mengisyaratkan bahwa AS akan memantau situasi di Gaza tanpa menetapkan batas waktu yang tegas bagi Hamas untuk menyerahkan senjatanya.
“Saya tidak memberikan batas waktu yang tegas, tetapi kita akan melihat bagaimana semuanya berjalan,” kata Trump. Dia menambahkan bahwa Hamas sudah mengisyaratkan kesediaan untuk melucuti senjata mereka, namun telah memperingatkan bahwa jika tidak, tindakan tegas dari AS akan diambil. “Jika terpaksa, kami akan melucuti senjata mereka,” ujarnya lebih lanjut.
Kesepakatan gencatan senjata yang ditawarkan oleh pemerintahan Trump mencakup 20 poin yang disepakati antara Hamas dan Israel. Fase pertama dari kesepakatan tersebut melibatkan pertukaran sandera Israel dengan tahanan Palestina, sementara tahap berikutnya akan fokus pada rekonstruksi Gaza dan pembentukan pemerintahan baru di wilayah tersebut, tanpa penglibatan Hamas.
Konflik yang berkepanjangan ini telah menyebabkan dampak yang sangat menghancurkan. Sejak Oktober 2023, agresi militer Israel di Gaza dilaporkan telah menewaskan hampir 68.000 warga Palestina, di mana sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Kondisi ini membuat wilayah Gaza hampir tak layak huni bagi penduduknya.
Trump mengindikasikan bahwa dalam hal keterlibatan militer, Israel mungkin bisa bertindak sebagai pengganti tanpa melibatkan pasukan AS secara langsung. Hal ini menjadi penting karena ketegangan di kawasan tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Langkah diplomatik yang diambil oleh Trump bertujuan untuk memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dan berfokus pada perundingan daripada penggunaan kekuatan militer secara langsung.
Situasi di Gaza juga ditandai oleh pengamatan internasional yang intens, dan banyak pengamat khawatir bahwa ketidakpastian ini bisa memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut. Mengingat jumlah korban jiwa yang tinggi, Komite PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya semakin mendesak untuk adanya solusi damai yang komprehensif, dan perhatian global terhadap krisis ini semakin mendalam.
Sementara itu, hubungan antara Israel dan Hamas terus dipertaruhkan di tengah berbagai tekanan diplomatik. Kedua belah pihak memiliki argumen masing-masing tentang pelanggaran kesepakatan gencatan senjata, dan sulit untuk mencapai persetujuan penuh. Secara bersamaan, rakyat sipil di Gaza terjebak dalam pergolakan ini, menghadapi risiko yang sangat tinggi.
Dalam konteks ini, penting bagi setiap pihak yang terlibat untuk mempertimbangkan kembali strategi mereka dan mengeksplorasi semua opsi diplomatik yang ada. Mengingat banyaknya nyawa yang telah hilang, pesan yang perlu ditekankan adalah kebutuhan mendesak untuk berkomitmen pada dialog dan tafsir ulang menuju perdamaian yang stabil di kawasan tersebut.
Menghadapi tantangan yang kompleks ini, harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi wilayah Gaza bergantung pada komitmen semua pihak dalam menyelesaikan konflik ini secara damai. Hal ini akan sangat menguji keseriusan dari semua pemangku kepentingan yang terlibat, terutama dengan adanya kekhawatiran akan eskalasi lebih lanjut jika kesepakatan tidak dipatuhi.
Source: www.viva.co.id





