Gaza Butuh Rp116,3 Triliun untuk Pulihkan Total Layanan Kesehatan yang Hancur

Di tengah situasi krisis kesehatan yang mengancam, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa Jalur Gaza memerlukan sekira Rp116,3 triliun untuk memulihkan sistem layanan kesehatan yang hancur. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan, dengan tidak ada satu pun rumah sakit yang berfungsi normal. Hanya 14 rumah sakit yang masih beroperasi, dan itu pun dalam kapasitas yang sangat terbatas serta kekurangan sumber daya.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menegaskan bahwa angka tersebut bukan hanya statistik semata, melainkan cerminan dari tingkat kerusakan akibat konflik yang berkepanjangan. Infrastruktur kesehatan di Gaza telah lumpuh total, yang semakin diperburuk dengan hilangnya pasokan obat-obatan esensial dan minimnya tenaga kesehatan yang tersisa. Saat ini, sekitar 15.000 warga Gaza berada dalam keadaan kritis menunggu evakuasi medis, termasuk 4.000 anak-anak.

Tragisnya, situasi ini mengakibatkan 700 orang meninggal dunia hanya karena terjebak dalam antrean evakuasi yang tak kunjung selesai. Krisis ini menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan untuk mengembangkan sistem layanan kesehatan yang lebih baik dan lebih kuat di wilayah tersebut.

Kondisi yang cukup membuat khawatir ini tak terlepas dari latar belakang kebijakan politik yang baru saja disepakati. Pada 13 Oktober 2023, mantan Presiden AS Donald Trump, bersama dengan para pemimpin Mesir, Qatar, dan Turki, meresmikan gencatan senjata baru. Kesepakatan ini mengikuti deklarasi awal antara Israel dan Hamas yang berlangsung pada 9 Oktober. Rencana perdamaian yang diusulkan oleh Trump mencakup 20 poin, yang tidak hanya menargetkan penghentian konflik, tetapi juga merestrukturisasi pemerintahan di Gaza. Dalam rencana tersebut, ditegaskan bahwa Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya tidak akan terlibat dalam pemerintahan baru di wilayah itu.

Dari sudut pandang kemanusiaan, krisis kesehatan di Gaza adalah tantangan raksasa yang harus dihadapi badan internasional yang bertanggung jawab untuk mengelola dana besar ini. Proses rehabilitasi layanan kesehatan akan membutuhkan pengawasan ketat dan manajemen yang efisien agar dana yang dialokasikan dapat digunakan secara optimal dan transpran untuk rekonstruksi.

Dengan jutaan warga yang bergantung pada layanan kesehatan yang layak, waktu sangat mendesak. Infrastruktur dasar termasuk rumah sakit, pusat kesehatan, dan layanan medis yang dapat diakses adalah elemen vital untuk kesehatan masyarakat di Gaza. Sementara warganya menghadapi ancaman kesehatan yang besar, tindakan cepat dan terencana diperlukan untuk meminimalisir dampak lanjutan dari konflik yang telah mempengaruhi kehidupan mereka.

Dalam konteks ini, WHO menekankan bahwa pemulihan tidak hanya memerlukan dana yang besar tetapi juga kerja sama internasional untuk menciptakan sistem kesehatan yang tidak hanya bisa bertahan tetapi juga berkembang. Dengan kebutuhan yang sedemikian mendesak, upaya kolaboratif harus dilakukan untuk menangani masalah mendasar yang menyulitkan akses ke layanan kesehatan di wilayah tersebut.

Membangun kembali sistem kesehatan yang hilang adalah langkah awal yang penting, namun tanpa peningkatan keamanan dan stabilitas politik, semua usaha itu berisiko tidak menghasilkan dampak yang berkelanjutan. Oleh karena itu, jangan lupakan bahwa akses terhadap perawatan kesehatan bukan hanya sebuah hak, tetapi juga sebuah kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi demi masa depan jutaan jiwa yang mendiami Gaza.

Source: www.suara.com

Exit mobile version