Seorang pria warga negara Indonesia (WNI) bernama S, yang berusia 41 tahun, dituduh membunuh istrinya yang berusia 38 tahun di Singapura. Peristiwa tragis ini terjadi di sebuah kamar hotel di North Bridge Road pada Jumat, 24 Oktober 2025, antara pukul 03.00 dan 05.00 waktu setempat. Tuduhan tersebut resmi dibacakan di pengadilan negeri pada Sabtu, 25 Oktober 2025, dengan menggunakan penerjemah untuk menyampaikan dakwaan dalam Bahasa Indonesia.
Dalam sesi persidangan yang berlangsung, S hadir melalui tautan video. Ia bertanya kepada hakim, Tan Jen Tse, mengenai kemungkinan untuk melanjutkan proses hukum di Indonesia. Namun, hakim menjelaskan bahwa kasus ini masih dalam tahap awal dan tidak dapat memenuhi permohonan tersebut. Hakim juga memutuskan untuk menahan S selama tiga pekan serta melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadapnya.
Setelah kejadian, S menyerahkan diri kepada kepolisian Bukit Merah Timur pada hari Sabtu sekitar pukul 07.40. Dalam penyerahan dirinya, S mengaku kepada petugas bahwa ia telah membunuh istrinya. Saat petugas polisi tiba di lokasi kejadian, mereka menemukan korban tergeletak tidak bergerak di dalam kamar hotel. Perawat dari Pertahanan Sipil Singapura yang tiba di lokasi juga menyatakan bahwa korban telah meninggal dunia.
Penyidik kepolisian Singapura masih menyelidiki motif di balik pembunuhan ini. Namun, jika terbukti bersalah, S dapat menghadapi hukuman mati sebagai sanksi terberat sesuai undang-undang yang berlaku. Kasus ini menarik perhatian publik, terutama di kalangan masyarakat Indonesia, yang mempertanyakan bagaimana kejadian seperti ini bisa terjadi di luar negeri.
Dalam laporan dari The Straits Times, pihak berwenang menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dalam menangani kasus ini. Melewati proses hukum di negara asing kadang-kadang bisa menjadi rumit, terutama jika menyangkut hak-hak pemohon yang berasal dari luar negeri. Dalam hal ini, preseden hukum yang ada di Singapura mungkin menjadi faktor yang akan menentukan nasib S di pengadilan.
Pihak konsulat Indonesia di Singapura ikut berkomentar mengenai kasus ini, berjanji akan memberikan dukungan terhadap proses hukum dan memastikan agar hak-hak S sebagai WNI tetap dihormati. Konsulat juga menyatakan bahwa mereka berkomitmen untuk membantu keluarga korban dan memberikan informasi mengenai perkembangan kasus ini.
Sementara itu, sejumlah aktivis hak asasi manusia menyerukan perlunya pemahaman yang lebih baik mengenai kekerasan dalam rumah tangga, yang sering kali menjadi tantangan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Mereka menegaskan pentingnya pencegahan dan perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga agar kasus seperti ini tidak terulang di masa depan.
Kasus ini akan terus dipantau oleh berbagai pihak termasuk media, lembaga pemerintah, dan organisasi non-pemerintah untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam proses hukumnya. Masyarakat diharapkan dapat mengambil pelajaran dari insiden ini untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya dialog dan penyelesaian konflik dalam keluarga tanpa kekerasan.
Source: www.inews.id
