Serangan terbaru yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat (AS) terhadap kapal-kapal yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba di Pasifik timur menewaskan 14 orang dan menyisakan satu korban selamat. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, mengonfirmasi bahwa serangan tersebut terjadi pada Senin, 27 Oktober 2025. Operasi ini merupakan bagian dari kampanye antinarkoba yang digagas oleh Presiden Donald Trump dan diharapkan dapat memperkuat penegakan hukum terkait perdagangan narkoba.
Serangan di Pasifik ini terjadi bersamaan dengan penguatan kekuatan militer AS di Karibia. Langkah ini termasuk pengerahan kapal perusak berpeluru kendali, jet tempur F-35, serta kapal selam nuklir. Dalam beberapa minggu ke depan, gugus tugas kapal induk Ford diperkirakan akan tiba di wilayah Karibia, menandai peningkatan signifikan dalam kesiapan militer AS di kawasan tersebut.
Dalam sebuah unggahan di media sosial, Hegseth menyatakan bahwa pihak berwenang Meksiko telah mengambil alih operasi pencarian dan penyelamatan untuk korban selamat dari serangan ini. Ini menunjukkan kerja sama antara otoritas dua negara dalam menangani masalah narkoba, meski secara keseluruhan, kasus ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Keempat kapal yang diserang merupakan target yang telah dikenali oleh intelijen AS karena diketahui melintasi rute perdagangan narkotika. Hegseth tidak menyertakan bukti konkret mengenai muatan narkotika yang diangkut kapal-kapal tersebut, yang bisa meningkatkan skeptisisme di kalangan publik dan para pemangku kepentingan.
Video yang diunggah Hegseth berdurasi 30 detik, menunjukkan momen kritis saat dua kapal tampak berdekatan sebelum meledak. Selain itu, Angkatan Laut Meksiko dilibatkan dalam melakukan operasi penyelamatan di lokasi serangan, sekitar 640 kilometer barat daya Acapulco, menggunakan pesawat dan kapal untuk melaksanakan tugas tersebut.
Serangan ini adalah bagian dari rentetan operasi yang telah dilakukan sejak awal September 2025, dengan setidaknya sepuluh serangan lain yang terjadi di kawasan yang sama. Tindakan ini menuai kritik, terutama di antara anggota Partai Demokrat yang mempertanyakan kepatuhan operasi tersebut terhadap hukum perang. Pertanyaan ini muncul terutama mengenai pilihan menggunakan kekuatan militer dibandingkan dengan penegak hukum seperti Penjaga Pantai AS yang seharusnya menjadi pihak utama dalam menanggulangi kejahatan maritim.
Beberapa pakar hukum mempertanyakan mengapa upaya lain untuk menghentikan pengiriman narkoba tidak dilakukan sebelum serangan mematikan ini. Keputusan untuk melakukan serangan semacam ini, terutama dalam konteks hubungan internasional yang sudah tegang, dapat menimbulkan dampak yang lebih luas, tidak hanya bagi operasi militer AS tetapi juga bagi stabilitas kawasan tersebut.
Selain itu, ketegangan antara AS dan pemerintah Venezuela semakin meningkat dengan tuduhan yang dilontarkan oleh Presiden Nicolas Maduro. Maduro menyatakan bahwa AS berusaha untuk menggulingkan pemerintahannya, lebih jauh mengaitkan Washington dengan kegiatan kriminal terkait perdagangan narkoba.
Peningkatan hadiah untuk informasi yang dapat mengarah pada penangkapan Maduro menjadi USD 50 juta menunjukkan bahwa AS berkomitmen dalam upaya ini, meski Maduro membantah semua tuduhan yang dilontarkan terhadapnya.
Dengan serangan terbaru ini, area Pasifik dan Karibia dipastikan akan terus menjadi fokus perhatian internasional, di mana kebijakan antinarkoba AS bertumpuk dengan dinamika politik yang rumit. Pemerintah AS tampaknya bertekad untuk melanjutkan operasi ini, menjadikannya sebagai prioritas utama dalam agenda luar negeri mereka.
Source: news.okezone.com
