Hamas Bantah Serang Pasukan Israel, Tuduh Netanyahu Ingkar Janji Perjanjian

Kelompok pejuang Hamas baru-baru ini mengeluarkan pernyataan keras yang membantah tuduhan bahwa mereka telah menyerang pasukan Israel di Rafah, Jalur Gaza, pada Selasa, 28 Oktober 2025. Tuduhan tersebut muncul setelah serangan udara Israel yang mengakibatkan sembilan orang tewas dan sejumlah lainnya terluka. Hamas menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran nyata terhadap perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani dengan mediator termasuk Amerika Serikat.

Dalam siaran persnya, Hamas menekankan bahwa mereka tetap berkomitmen pada gencatan senjata yang telah disepakati di Mesir. “Pengeboman yang dilakukan oleh tentara pendudukan fasis Israel di sebagian wilayah Jalur Gaza merupakan pelanggaran serius terhadap perjanjian tersebut,” ujar pejabat Hamas. Mereka juga menyerukan agar mediator segera menekan Israel untuk menghindari eskalasi lebih lanjut dan melindungi warga sipil dari serangan brutal.

Serangan Israel dilancarkan setelah pemimpin mereka, Benjamin Netanyahu, menduga adanya aksi penembakan dari kelompok Hamas. Media lokal melaporkan bahwa sebagian besar serangan ditargetkan pada permukiman sipil, termasuk rumah di kawasan Sabra yang terletak di “garis kuning,” area yang seharusnya bebas dari operasional militer Israel. Serangan di kawasan tersebut menewaskan empat orang, sementara beberapa lainnya hilang tertimbun reruntuhan.

Kronologi peristiwa menunjukkan bahwa delapan orang yang terbunuh berasal dari berbagai usia dan jenis kelamin, mencerminkan dampak besar dari konflik ini terhadap warga sipil. Selain itu, lima orang lainnya juga dilaporkan tewas di Khan Younis. Tindakan ini mencoreng harapan untuk menjaga perdamaian yang telah dibangun setelah gencatan senjata diumumkan pada 10 Oktober lalu.

Media Israel juga melaporkan bahwa serangan ini sebagai reaksi terhadap dugaan serangan penembak jitu dan tembakan roket yang diluncurkan ke arah pasukan mereka. Hal ini menjadi janggal tanpa adanya bukti yang jelas, sehingga menyebabkan ketegangan meningkat di kawasan tersebut.

Hamas menegaskan perlunya kepatuhan penuh terhadap ketentuan gencatan senjata untuk mencegah lebih banyak korban di kalangan warga sipil. “Kami mengecam tindakan Israel yang terus melanggar perjanjian ini. Kami meminta semua pihak untuk ikut andil mempertahankan kesepakatan ini dan menghentikan pelanggaran,” tegas juru bicara Hamas.

Sebagai catatan, kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani antara pihak-pihak terkait bukan hanya mencakup pencegahan kekerasan tetapi juga membahas isu-isu lebih luas, termasuk pertukaran sandera dan tahanan. Fase lebih lanjut dari perjanjian ini diharapkan dapat menciptakan stabilitas jangka panjang, membangun kembali Gaza, serta merumuskan pemerintahan baru tanpa keterlibatan Hamas.

Netanyahu, di sisi lain, berfokus pada keamanan wilayah dan mempertahankan posisi Israel di kawasan yang penuh dengan ketegangan ini. Dalam pernyataannya, ia menyatakan bahwa Israel tidak akan ragu untuk melakukan langkah-langkah defensif jika situasi memburuk. Hal ini menunjukkan bahwa perselisihan antara Hamas dan Israel bukan sekadar masalah lokal, tetapi juga melibatkan kekuatan internasional dan perundingan yang rumit.

Sementera itu, perkembangan situasi ini kembali memunculkan kritik terhadap kebijakan luar negeri yang diambil oleh berbagai pemerintahan, terutama dalam peran mereka sebagai mediator. Dengan ketegangan yang kian meningkat, masyarakat internasional kini menunggu langkah selanjutnya yang akan diambil oleh kedua belah pihak demi menghindari krisis kemanusiaan yang lebih besar di Jalur Gaza.

Berita Terkait

Back to top button