Pemerintah Jepang mengumumkan langkah baru untuk menangani peningkatan serangan beruang yang kini dianggap sebagai ancaman serius bagi masyarakat. Dalam upaya melindungi keselamatan warga, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang akan merekrut pemburu berlisensi untuk mengendalikan populasi beruang yang semakin agresif. Keputusan ini diumumkan pada 31 Oktober dan disertai dengan alokasi anggaran khusus untuk mempekerjakan pemburu serta petugas lapangan.
Meningkatnya serangan beruang menyebabkan kekhawatiran mendalam di kalangan publik. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2025, tercatat 12 orang tewas akibat serangan beruang, angka tertinggi sejak awal pencatatan mulai dilakukan di tahun 2000-an. Di antara korban terdapat seorang pengantar surat di Hokkaido dan seorang pria berusia 67 tahun yang ditemukan tewas di halaman rumahnya di Prefektur Iwate.
Beruang diketahui sering memasuki wilayah permukiman di Jepang, mengganggu aktivitas sehari-hari seperti menyerbu sekolah dan supermarket. Lebih dari 100 orang dilaporkan terluka oleh serangan ini, termasuk wisatawan asing yang terlibat insiden di dekat halte bus di kawasan wisata. Fenomena ini memicu pencarian solusi jangka panjang oleh pemerintah.
Selain memperkerjakan pemburu, pemerintah Jepang juga mempertimbangkan untuk memberi wewenang kepada polisi untuk menembak beruang dalam situasi darurat. Rencana kebijakan lengkap diharapkan bisa diluncurkan sebelum pertengahan November mendatang. “Kehidupan dan mata pencaharian warga kini terancam,” ujar Menteri Pertahanan Shinjiro Koizumi, menegaskan betapa seriusnya masalah ini.
Wilayah yang paling parah terdampak adalah Prefektur Akita, di mana tingginya frekuensi serangan membuat banyak petugas di lapangan merasa kelelahan. Gubernur Akita, Kenta Suzuki, menyatakan bahwa para petugas telah mengalami tekanan berat akibat jumlah serangan yang terus meningkat. Pemerintah juga mengerahkan Pasukan Bela Diri Jepang untuk membantu menangkap dan menghalau beruang, namun sesuai undang-undang, mereka tidak diperbolehkan untuk menembak hewan tersebut.
Menurunnya jumlah pemburu di Jepang akibat faktor usia dan berkurangnya minat terhadap perburuan dianggap sebagai salah satu penyebab krisis ini. Dulu, perburuan beruang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama untuk kulit dan empedu. Namun, saat ini, semakin sulit bagi pemerintah untuk menemukan individu yang mau terlibat dalam aktivitas tersebut.
Selain faktor sosial-ekonomi, perubahan iklim juga dianggap meningkatkan risiko serangan beruang. Kelangkaan kacang beech, makanan utama bagi beruang, menyebabkan hewan-hewan tersebut turun dari pegunungan menuju area yang dihuni manusia. Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah ini, termasuk pelonggaran aturan kepemilikan senjata, yang dilakukan sejak September lalu, bertujuan untuk mempermudah warga dalam melindungi diri jika beruang berbahaya memasuki area hunian mereka.
Jepang memiliki dua jenis beruang utama: beruang hitam Jepang dan beruang cokelat, yang lebih besar dan agresif, terutama ditemukan di Pulau Hokkaido. Dengan meningkatnya interaksi antara manusia dan beruang, penanganan yang lebih efektif dan terkoordinasi sangat diperlukan untuk menjaga keselamatan masyarakat.
Kondisi ini menjadi sorotan, terutama ketika serangan beruang bukan hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Dengan adanya rencana aksi yang lebih komprehensif, diharapkan perlindungan terhadap warga dapat ditingkatkan, sekaligus menjaga keseimbangan antara populasi beruang dan kehidupan manusia.
Source: mediaindonesia.com
