Calon Wali Kota New York, Zohran Mamdani, telah menarik perhatian dunia dengan janji kampanyenya yang berani, termasuk rencananya untuk menangkap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, jika terpilih. Mamdani mengklaim bahwa akan menegakkan hukum internasional terkait surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas Netanyahu, yang dituduh melakukan kejahatan perang dalam konflik Israel-Hamas.
Dalam wawancara dengan CNN, Mamdani menyatakan, “Kota ini percaya pada hukum internasional, dan kami pantas melihat nilai-nilai itu diwujudkan. New York harus menghormati surat perintah yang dikeluarkan ICC.” Namun, pernyataan tersebut menuai kritik dari sejumlah pakar hukum internasional yang menilai janji tersebut tidak realistis dan sulit untuk dilaksanakan.
Profesor Alex Whiting dari Harvard Law School, yang sebelumnya berperan sebagai koordinator investigasi ICC, menegaskan bahwa apa yang dijanjikan Mamdani bisa menyesatkan publik. “Dia tidak mungkin memerintahkan polisi New York untuk menangkap Netanyahu,” ujarnya. Sementara itu, Profesor Michael Newton dari Vanderbilt University juga mengkritik janji tersebut sebagai “janji kampanye yang tidak bisa ditegakkan”.
Ada beberapa alasan mengapa pernyataan Mamdani sulit untuk direalisasikan. Pertama, hukum federal di Amerika Serikat, yang dikenal sebagai American Service Members Protection Act, melarang pejabat AS untuk bekerja sama dengan ICC. Menangkap Netanyahu akan melanggar hukum tersebut. Selain itu, perintah eksekutif yang ditandatangani oleh mantan Presiden Donald Trump juga memberikan sanksi kepada jaksa ICC yang terlibat dalam kasus Netanyahu, sehingga menghalangi tindakan hukum lebih lanjut.
Lebih jauh lagi, Netanyahu sebagai kepala negara memiliki imunitas diplomatik selama berada di AS. Baik AS maupun Israel tidak merupakan anggota ICC dan menolak untuk mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut. Oleh karena itu, kewajiban untuk menindaklanjuti surat perintah penangkapan ini tidak ada.
Mamdani, yang dikenal sebagai pendukung kuat hak-hak Palestina, tampaknya sedang berusaha mencetak sejarah sebagai Muslim pertama yang menjadi Wali Kota New York. Namun, ia juga menghadapi tuduhan antisemitisme, yang dibantahnya dengan keras. Sementara itu, Trump mengejek rencana Mamdani, menyatakan bahwa dia akan “membebaskan” Netanyahu jika ditangkap.
Di sisi lain, Netanyahu menanggapi isu ini dengan santai. Dalam kunjungannya ke AS, dia menyebut pernyataan Mamdani sebagai “gagasan yang lucu dan tidak perlu dianggap serius.”
Profesor Newton menambahkan bahwa meskipun Netanyahu ditangkap di New York, masalah tidak akan selesai. “Bagaimana membawanya ke Den Haag? Jaksa ICC tidak bisa masuk ke AS untuk menjemputnya,” bunyi penjelasannya. Dia juga menekankan bahwa jika ada usaha untuk menerbangkan Netanyahu ke Belanda, dia harus melalui imigrasi, yang diyakini sulit dilakukan.
Sementara para ahli hukum skeptis dengan kemungkinan penangkapan tersebut, mereka juga mencatat bahwa kasus ini bisa menandakan lemahnya ICC jika surat perintah penangkapan tidak pernah dilaksanakan. Profesor Whiting menegaskan bahwa baik Netanyahu maupun pemimpin negara besar lainnya, seperti Presiden Rusia Vladimir Putin, yang juga memiliki surat perintah penangkapan, mungkin tidak akan pernah diadili karena kekuatan negara mereka.
Dengan latar belakang tersebut, janji kampanye Mamdani menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Janji tersebut bukan hanya tantangan bagi dirinya, tetapi juga mencerminkan ketegangan dalam kebijakan luar negeri AS dan tanggung jawab internasional dalam menegakkan hukum. Terlepas dari reaksi yang dimunculkan, situasi ini terus menjadi perhatian publik menjelang pemilihan Wali Kota yang akan datang.
Source: www.beritasatu.com
