Perang di Sudan telah mencapai puncaknya dengan dampak kemanusiaan yang sangat parah. Sejak konflik ini dimulai pada April 2023, dua kekuatan militer utama, yaitu Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), terlibat dalam pertempuran sengit yang melibatkan perebutan kekuasaan dan wilayah. Berikut adalah lima fakta penting tentang konflik yang telah menewaskan ratusan ribu orang dan mengakibatkan jutaan pengungsi.
1. Akar Konflik: Kudeta Militer-Sipil
Konflik ini berakar dari kudeta militer-sipil yang terjadi pada Oktober 2021, di mana Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, pemimpin SAF, dan Hemedti, pemimpin RSF, ikut ambil bagian. Pertikaian utama muncul terkait rencana penggabungan RSF ke dalam SAF, menyebabkan ketegangan antara dua pemimpin tersebut. Ketidakcocokan dalam arah politik dan struktur pemerintahan menjadi faktor pendorong utama konflik yang berkepanjangan ini.
2. Perkembangan Terbaru di El-Fasher
Pada 26 Oktober 2025, RSF berhasil merebut kontrol wilayah El-Fasher yang strategis di Darfur Utara. Keberhasilan ini bukan hanya menambah dominasi RSF di wilayah itu, tetapi juga melumpuhkan posisi SAF secara signifikan. Warga sipil di El-Fasher telah mengalami pengepungan selama 18 bulan, menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses terhadap makanan, obat-obatan, dan jalur evakuasi.
3. Penderitaan Warga Sipil dan Korban Jiwa
Laporan dari Jaringan Dokter Sudan menyebutkan sekitar 1.500 warga sipil tewas di El-Fasher, dengan tuduhan bahwa RSF terlibat dalam pembantaian. Sejak awal konflik, lebih dari 14.000 warga sipil diperkirakan telah tewas karena berbagai sebab, memperburuk bencana kemanusiaan yang sudah ada.
4. Dampak Jangka Panjang Terhadap Jutaan Pengungsi
Kondisi kemanusiaan di wilayah konflik semakin memburuk, dengan jutaan orang terpaksa mengungsi akibat pertempuran. Kamp-kamp pengungsian seperti Zamzam mengalami bencana kelaparan massal, dan RSF juga dituduh melakukan serangan terhadap kamp-kamp ini, menambah jumlah kematian di kalangan pengungsi. Analisis dari Laboratorium Penelitian Kemanusiaan Yale menunjukkan tanda-tanda kematian massal di sekitar bekas rumah sakit di El-Fasher.
5. Tuduhan Kejahatan Perang
Kedua pihak, RSF dan SAF, terus dituduh melanggar hak asasi manusia serta melakukan kejahatan perang di wilayah yang mereka kuasai. Jenderal Al-Burhan menyatakan bahwa penarikan pasukannya dari El-Fasher adalah untuk melindungi warga sipil dari pembunuhan sistematis. Namun, jelas terlihat bahwa konflik ini masih jauh dari akhir, dengan kedua pemimpin sama-sama berkomitmen untuk melanjutkan pertempuran.
Konflik di Sudan tetap menjadi sorotan dunia internasional, dengan berbagai organisasi kemanusiaan berupaya memberikan bantuan kepada jutaan orang yang terjebak dalam kekacauan. Namun, hingga saat ini, keinginan untuk perdamaian tampak sirna di tengah ambisi dan ego politik kedua pemimpin yang terlibat. Penderitaan rakyat Sudan semakin dalam, terjebak dalam pusaran konflik yang tak kunjung berhenti. Keberlanjutan konflik ini memerlukan perhatian global dan upaya resolusi yang lebih mendalam untuk memastikan keamanan dan stabilitas di wilayah tersebut.
Baca selengkapnya di: www.suara.com




