Di tengah krisis iklim yang semakin mendesak, laporan terbaru dari Oxfam dan Institut Lingkungan Stockholm mengungkapkan fakta mencengangkan bahwa 0,1 persen orang terkaya di dunia, khususnya miliarder di Amerika Serikat, memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi karbon global. Data menunjukkan, para miliarder ini menghasilkan emisi karbon 4.000 kali lebih besar dibandingkan dengan 10 persen penduduk termiskin dunia.
Emisi Karbon Rata-Rata yang Mencolok
Miliarder yang hanya mewakili sedikit dari populasi AS ini memiliki jejak karbon yang mengejutkan. Setiap individu dalam kelompok elit ini mengeluarkan sekitar 2,2 ton karbon dioksida (CO2) per hari, yang setara dengan berat seekor badak. Sebaliknya, warga negara Somalia hanya memproduksi sekitar 82 gram CO2 per hari, yang sebanding dengan sebutir tomat. Hal ini semakin memperdalam ketimpangan waktu iklim yang dihadapi oleh dunia.
Amitabh Behar, Direktur Eksekutif Oxfam, menyatakan, "Orang-orang terkaya di dunia mendanai dan mengambil keuntungan dari kerusakan iklim, membiarkan mayoritas global menanggung akibat fatal dari kekuasaan mereka." Pernyataan ini menyoroti bagaimana gaya hidup mewah elit berkontribusi pada kerusakan lingkungan bagi yang kurang beruntung.
Investasi di Sektor Beremisi Tinggi
Salah satu temuan kunci dari laporan ini adalah bahwa hampir 60 persen investasi para miliarder tertanam di sektor yang berpotensi menghasilkan emisi tinggi, seperti minyak, gas, dan pertambangan. Dengan demikian, para miliarder ini tidak hanya memperburuk perubahan iklim, tetapi juga memperlemah upaya pengurangan emisi melalui lobi politik yang kuat.
Data menunjukkan bahwa 308 miliarder dunia mampu menciptakan emisi setara dengan negara-negara industri besar. Dalam hal ini, mereka berperan besar dalam mempengaruhi arah kebijakan publik. Di AS, korporasi besar menghabiskan rata-rata USD 277 ribu per tahun untuk melobi kebijakan yang cenderung mengabaikan solusi terhadap perubahan iklim, sekaligus melindungi kepentingan mereka.
Pengaruh Lobbying pada Kebijakan Lingkungan
Pada konferensi iklim COP terakhir, terdapat 1.773 pelobi dari industri fosil, jumlah yang melebihi delegasi dari banyak negara. Tekanan dari kelompok ini berhasil merubah kebijakan dan mendorong penundaan kelompok dalam mengadopsi langkah-langkah transisi energi yang diharapkan. Ini termasuk pelonggaran sanksi dan penghapusan pajak karbon yang dapat membantu mengurangi emisi.
Dampak Masa Depan bagi Negara Berkembang
Laporan Oxfam memperingatkan bahwa emisi dari 1 persen orang terkaya di dunia sudah cukup untuk menyebabkan 1,3 juta kematian akibat panas hingga akhir abad ini. Lebih jauh, kerugian ekonomi yang diakibatkan dapat mencapai USD 44 triliun bagi negara-negara berkembang pada tahun 2050 jika tren ini tidak dihentikan. Ini menunjukkan dampak jangka panjang dari tindakan kecil segelintir orang kaya terhadap sebagian besar populasi dunia.
Ketimpangan yang Mencolok
Sementara mayoritas dunia berjuang melawan tantangan seperti kelaparan, kekeringan, dan suhu ekstrem, kelompok elit ini terus mempercepat kerusakan lingkungan demi kenyamanan mereka. Ketimpangan yang ada antara orang kaya dan miskin ini mengarah pada pertanyaan mendasar: sampai kapan situasi ini bisa dibiarkan sebelum menjadi bencana yang lebih besar?
Semakin jelas bahwa penyelesaian permasalahan iklim tidak bisa dipisahkan dari isu ketimpangan sosial. Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan kolaborasi yang lebih baik antara semua pemangku kepentingan, mulai dari individu, komunitas, hingga pemerintah. Masyarakat global harus menyerukan tanggung jawab bagi mereka yang berkontribusi besar terhadap kerusakan iklim jika harapan untuk masa depan yang lebih baik ingin diwujudkan.
Baca selengkapnya di: www.suara.com