
Korban tewas akibat terjangan Topan Kalmaegi di Filipina terus bertambah. Perayaan kesedihan melanda bangsa itu ketika jumlah korban meninggal dunia mencapai 114 orang hingga Kamis (6/11/2025). Topan ini merupakan salah satu badai terkuat tahun ini yang menyebabkan kerusakan parah di wilayah Cebu.
Di Cebu, provinsi terpadat di Filipina, terdapat laporan bahwa sebanyak 71 orang tewas. Selain itu, 127 orang dilaporkan hilang dan 82 orang lainnya mengalami luka-luka. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Filipina, lebih dari 400.000 orang terpaksa mengungsi akibat bencana ini. Hal ini menunjukkan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh topan.
Status Bencana Diumumkan
Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr., mengumumkan status bencana setelah melihat kerusakan yang ditimbulkan. Ia mengatakan, “Hampir 10 hingga 12 wilayah akan terdampak.” Status bencana ini mencakup daerah-daerah yang mengalami kerusakan parah dan korban massal. Dengan pengumuman ini, pemerintah memperoleh akses lebih mudah terhadap dana darurat.
Ini memungkinkan lembaga pemerintah untuk mempercepat pengadaan dan distribusi barang serta jasa penting kepada para korban. Topan Kalmaegi telah memicu aliran air lumpur yang merusak banyak permukiman, mengakibatkan banyaknya bangunan kecil yang hanyut. Beberapa pejabat setempat menggambarkan kerusakan sebagai "belum pernah terjadi sebelumnya".
Kematian dan Kehilangan Materi
Sebagian besar kematian di daerah terdampak disebabkan oleh tenggelam. Selain itu, situasi diperparah oleh dampak dari bencana sebelumnya. Sebulan sebelumnya, dua topan beruntun telah menewaskan lebih dari selusin orang dan menghancurkan infrastruktur. Kerusakan sebelumnya ini belum sepenuhnya pulih ketika Kalmaegi muncul.
Juga, terdapat laporan bahwa enam anggota awak helikopter militer yang terjatuh di Pulau Mindanao menjadi bagian dari jumlah korban resmi. Keberadaan mereka merupakan bantuan untuk upaya penanggulangan bencana di daerah tersebut. Kejadian ini menggambarkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi oleh negara tersebut saat ini.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Sebelum Kalmaegi, Filipina sudah mengalami musim hujan yang ekstrem. Banjir dan cuaca buruk menyebabkan protes terkait sistem penanganan banjir yang belum optimal. Banyak warga merasa frustrasi dengan respons pemerintah yang dianggap lambat dan kurang memadai.
Setelah menghantam Filipina, Topan Kalmaegi meninggalkan negara tersebut dan diperkirakan akan mengarah ke Vietnam tengah. Saya melansir bahwa lebih dari 50 penerbangan sudah dibatalkan atau dijadwalkan ulang menuju Vietnam sebagai langkah antisipasi. Negara itu kini bersiap menghadapi potensi banjir dan kerusakan serupa yang dicemaskan akibat keberadaan badai tersebut.
Proses Pemulihan yang Panjang
Akhirnya, dampak dari Topan Kalmaegi menuntut perhatian serius dari berbagai pihak. Warga yang kembali ke rumah mereka terutama terkait kerusakan fisik, masih merasakan dampak emosional. Firman yang dikatakan oleh masyarakat adalah perlunya penanganan yang lebih baik dalam mengatasi bencana alam di masa depan.
Untuk mendukung daerah yang terkena dampak, diperlukan kerjasama lintas sektor agar bantuan dapat disalurkan dengan cepat dan tepat. Kondisi darurat ini mengingatkan seluruh dunia akan pentingnya persiapan menghadapi bencana alam serta dukungan terhadap negara yang rentan terhadap fenomena tersebut.
Baca selengkapnya di: news.okezone.com




