Berakhirnya Shutdown Pemerintah: Kemenangan Trump dan Perpecahan di Kalangan Demokrat

Setelah 43 hari, penutupan pemerintahan (government shutdown) terpanjang dalam sejarah Amerika Serikat akhirnya berakhir. Presiden Donald Trump menandatangani rancangan undang-undang yang mengakhiri kebuntuan politik di Washington. Kehidupan kembali normal saat pegawai federal menerima gaji, taman nasional dibuka, dan layanan publik beroperasi kembali.

Namun, pertanyaan mendasar muncul. Apa yang sebenarnya dicapai dari krisis ini? Siapa yang dianggap menang? Krisis ini didorong oleh Partai Demokrat di Senat, yang menggunakan filibuster untuk menolak rancangan pendanaan sementara yang diajukan Partai Republik. Mereka meminta perpanjangan subsidi asuransi kesehatan bagi warga berpenghasilan rendah, tetapi tuntutan tersebut tidak berhasil.

Kemarahan di Tubuh Partai Demokrat

Beberapa senator Demokrat akhirnya memilih untuk membuka kembali pemerintahan. Namun, mereka hanya mendapat komitmen untuk mengadakan pemungutan suara di Senat tanpa jaminan dukungan dari DPR. Situasi ini menyebabkan kemarahan yang meluas di kalangan anggota Partai Demokrat. Sayap progresif menyalahkan Pemimpin Senat Demokrat, Chuck Schumer, karena gagal mempertahankan posisi mereka.

Gubernur California, Gavin Newsom, bahkan menyebut kesepakatan tersebut sebagai "menyedihkan" dan "tanda menyerah." Reaksi ini menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam dalam tubuh Demokrat, yang terpecah antara kebutuhan untuk melanjutkan pemerintahan dan mempertahankan prinsip politik mereka.

Trump Rayakan Kemenangan

Di sisi lain, Donald Trump memanfaatkan situasi ini untuk mengklaim kemenangan politik. Ia mengatakan, “Kita membuka kembali negara kita. Seharusnya negara ini tidak pernah ditutup.” Dalam wawancara dengan Fox News, Trump menyerang Schumer dan menuduhnya gagal memecah Partai Republik. Meski popularitas Trump menurun selama krisis ini, ia mampu bermain tanpa tekanan pemilihan saat ini.

Implikasi untuk Masa Depan

Kesepakatan pendanaan ini akan membiayai sebagian lembaga pemerintah hingga September. Namun, Kongres harus meloloskan anggaran tambahan sebelum akhir Januari untuk menghindari shutdown berikutnya. Artinya, ketegangan politik kemungkinan akan memanas kembali dalam waktu dekat.

Di tengah kekacauan ini, isu subsidi kesehatan yang memicu shutdown dapat kembali menghantui kedua partai menjelang pemilu paruh waktu 2026. Ini menunjukkan bahwa meski shutdown berakhir, dampak politiknya masih akan terasa.

Sementara itu, perhatian publik terhadap keberhasilan Trump juga sempat tergeser oleh isu lain. Kasus Jeffrey Epstein kembali menjadi sorotan. Anggota Kongres, Adelita Grijalva, baru saja dilantik dan menjadi penandatangan terakhir petisi untuk mendorong DPR menggelar pemungutan suara untuk membuka seluruh berkas kasus Epstein.

Strategi Distraksi Trump

Trump merespons isu ini di platform Truth Social. Ia menuduh Demokrat berusaha mengalihkan perhatian dari kegagalannya dalam menangani krisis shutdown. “Demokrat mencoba mengangkat kembali hoaks Jeffrey Epstein hanya untuk menutupi betapa buruknya mereka,” tulis Trump.

Krisis ini meninggalkan jejak yang mendalam dalam politik Amerika. Meski pemerintah telah kembali beroperasi, pertikaian antar partai dan isu-isu yang mendasari shutdown tetap ada. Masyarakat kini menantikan perkembangan lebih lanjut terkait kebijakan kesehatan dan anggaran.

Sejarah shutdown ini menunjukkan betapa rumitnya permainan politik di Washington. Dengan ketegangan yang belum sepenuhnya mereda, masa depan anggaran dan kebijakan sosial tetap menjadi sorotan penting bagi semua pihak.

Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com
Exit mobile version