Kota Shwe Kokko, yang terletak di perbatasan Myanmar dan Thailand, menjadi sorotan karena kontroversi yang mengitarinya. Proyek ini terkait erat dengan She Zhijiang, seorang warga negara China yang dituduh membangun kerajaan judi online (judol) illegal serta jaringan penipuan. Setelah buron selama lebih dari sepuluh tahun, She diekstradisi dari Thailand ke China pada November 2025.
Shwe Kokko dijuluki sebagai rumah bagi kejahatan terorganisir, termasuk pencucian uang dan perdagangan manusia. Meskipun She Zhijiang dan perusahaannya, Yatai, mengklaim bahwa kota ini adalah destinasi wisata dengan konsep resort, realitasnya jauh berbeda. Menurut laporan BBC, kawasan ini diisi oleh vila mewah dan fasilitas hiburan, tetapi juga mengandung elemen-elemen kejahatan yang serius.
Pembangunan Shwe Kokko dimulai pada tahun 2017 di area yang terlarang. Setelah kudeta militer di Myanmar pada 2021, akses ke kota ini semakin sulit. Mengunjungi Shwe Kokko kini bisa memakan waktu hingga tiga hari dari ibu kota Myanmar, dengan banyak pos pemeriksaan yang harus dilalui. Mereka yang mencoba mencapai lokasi ini dari Thailand juga menghadapi risiko tertangkap oleh patroli polisi dan tentara.
Shwe Kokko menciptakan ilusi sebagai kota kecil di China. Di sana, huruf mandarin tertampang jelas, dan truk-truk buatan Tiongkok membawa material konstruksi. Meskipun tampak megah, kota ini juga dihantui oleh laporan pelanggaran hak asasi manusia. She Zhijiang berusaha membela diri, menyatakan bahwa perusahaannya tidak mendukung penipuan, meskipun ia mengakui bahwa aktivitas ilegal mungkin terjadi di kota tersebut.
Sejak pandemi COVID-19, wilayah perbatasan antara Thailand dan Myanmar telah ditandai sebagai pusat aktivitas penipuan online. PBB dalam laporannya menyebutkan bahwa miliaran dolar dihasilkan dari mengeksploitasi ribuan orang yang dipaksa bekerja di kompleks penipuan ini. Semua ini memberikan gambaran kelam tentang adanya perdagangan manusia yang marak di Asia Tenggara.
She Zhijiang dan entitas terkaitnya telah dikenakan sanksi oleh pemerintah Inggris dan Amerika Serikat. Sanksi ini disebabkan oleh keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia serta kejahatan siber. Melalui tindakan ini, pemerintah internasional menunjukkan keseriusan dalam menanggulangi jaringan kriminal ini.
Melihat lebih jauh, kompleks Shwe Kokko juga berfungsi sebagai tempat beroperasinya sindikat kriminal yang menargetkan korban-korban dari berbagai negara. Menurut laporan terbaru, ratusan ribu orang telah menjadi korban perdagangan manusia, dipaksa terlibat dalam aktivitas penipuan.
Kota ini bukan hanya sekadar tempat bisnis ilegal, tetapi juga simbol dari masalah yang lebih besar. Ketika konflik politik dan ketidakstabilan ekonomi melanda Myanmar, tempat seperti Shwe Kokko muncul sebagai wahana bagi kejahatan terorganisir. Aktivitas di kota ini menciptakan tantangan baru bagi aparat penegak hukum di berbagai negara.
Dalam menghadapi masalah ini, kerjasama antara dua negara, Myanmar dan Thailand, dianggap penting. Penegakan hukum dan penanggulangan kejahatan terorganisir perlu dilakukan secara terpadu untuk memastikan keselamatan warga negara.
Shwe Kokko menjadi contoh nyata bagaimana kejahatan terorganisir dapat tumbuh subur dalam situasi yang tidak stabil. Proyek ini menyoroti kompleksitas isu-isu sosial dan ekonomi di Asia Tenggara, di mana banyak orang terjebak dalam jaringan kriminal. Keberadaan kota ini menunjukkan perlunya perhatian serius dari komunitas internasional dalam menghadapi tantangan kejahatan lintas batas.





