Warga Palestina kembali mengalami kepedihan setelah pemukim Israel membakar Masjid Hajja Hamida di Desa Deir Istiya, Tepi Barat. Peristiwa ini terjadi pada pagi hari, saat pemukim diam-diam menyusup dan menyulut api hingga menyebabkan kerusakan parah, termasuk pembakaran mushaf Alquran. Dinding masjid juga dipenuhi coretan bernada rasis dan anti-Palestina.
Kementerian Wakaf dan Urusan Keagamaan Palestina mengecam insiden ini sebagai kejahatan yang menunjukkan kebiadaban Israel terhadap tempat suci umat Islam dan Kristen. Mereka menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya merusak infrastruktur keagamaan, tetapi juga menghancurkan simbol identitas. Foto-foto yang beredar menunjukkan puing-puing masjid yang terbakar, menggambarkan betapa kejamnya serangan ini.
Kekerasan tidak berhenti di situ. Pada hari yang sama, dua anak Palestina dilaporkan tewas dalam operasi militer Israel di Beit Ummar, dekat Hebron. Insiden ini menambah catatan panjang kekerasan yang meningkat tajam di wilayah itu, terutama selama musim panen zaitun. Data dari Badan Kemanusiaan PBB (OCHA) mencatat bahwa sejak awal bulan, terdapat sedikitnya 167 serangan oleh pemukim, yang mengakibatkan lebih dari 150 warga Palestina terluka dan merusak lebih dari 5.700 pohon zaitun.
Analis mengamati bahwa eskalasi kekerasan ini terjadi bersamaan dengan konflik yang sedang berlangsung di Gaza. Dorongan kelompok garis keras dalam pemerintahan Benjamin Netanyahu semakin mempercepat aneksasi Tepi Barat. Hal ini menjadi perhatian serius bagi banyak kalangan.
Penting untuk dicatat bahwa Kantor HAM PBB sebelumnya telah memperingatkan bahwa kekerasan pemukim terjadi dengan dukungan dan kadang-kadang partisipasi dari pasukan keamanan Israel. Mereka menyatakan bahwa serangan-serangan ini bagian dari strategi yang lebih luas dan terkoordinasi oleh negara Israel untuk memperluas penguasaan wilayah yang diduduki, serta memperkuat sistem diskriminasi terhadap warga Palestina.
Serangan terhadap Masjid Hajja Hamida dan penghinaan terhadap simbol agama ini tidak hanya mengundang reaksi dari Palestina, tetapi juga menuai kecaman dari komunitas internasional. Juru bicara Sekjen PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan rasa keprihatinannya. Ia menyatakan bahwa serangan terhadap tempat ibadah merupakan tindakan yang sama sekali tidak dapat diterima.
Yordania juga mengecam aksi kekerasan ini. Mereka menyebutnya sebagai perpanjangan dari kebijakan ekstremis pemerintah Israel. Negara-negara Eropa seperti Jerman dan Swiss menyerukan penghentian semua bentuk kekerasan pemukim serta menuntut investigasi menyeluruh terhadap tindakan tersebut.
Warga Palestina berharap bahwa dunia internasional tidak hanya berhenti pada sikap mengutuk. Mereka mendesak agar tindakan nyata diambil, termasuk menghentikan penjualan senjata kepada militer Israel. Tindakan ini dianggap penting untuk melindungi hak-hak dan keselamatan warga Palestina.
Insiden pembakaran masjid dan penghinaan terhadap Alquran ini menjadi penanda betapa situasi di Tepi Barat semakin memprihatinkan. Banyak yang beranggapan bahwa langkah konkret dari komunitas internasional sangat diperlukan untuk memberi tekanan pada pemerintah Israel. Hal ini bukan hanya demi perdamaian, tetapi juga untuk mengembalikan martabat dan hak-hak dasar warga Palestina.
Baca selengkapnya di: mediaindonesia.com




