Myanmar Ungkap Jaringan Penipuan Myawaddy: Tersangka dari China Terlibat?

Operasi militer Myanmar yang dilakukan baru-baru ini berhasil membongkar kompleks penipuan daring di Myawaddy. Sanksi terbaru dari Amerika Serikat terhadap Prince Group dan ketuanya, Chen Zhi, menjadi pemicu dari tindakan tersebut. Jaringan penipuan ini diduga memiliki keterlibatan aparat China yang selama bertahun-tahun dianggap membiarkan kejahatan ini berkembang.

Pada 14 Oktober 2025, Departemen Kehakiman AS mengumumkan dakwaan terhadap Chen Zhi. Dia dituduh mengendalikan jaringan kriminal besar yang beroperasi dalam kerja paksa, perdagangan manusia, serta penipuan kripto. Cukup mencengangkan, Chen memiliki lebih dari USD15 miliar dalam bentuk aset Bitcoin ilegal. Kompleks penipuan ini tidak hanya beroperasi di Myanmar namun juga di Kamboja, dengan pekerja yang diperdagangkan dipaksa untuk menjalankan operasi penipuan global.

Kompleks KK Park di Myawaddy

KK Park di Myawaddy menjadi sorotan setelah sanksi tersebut diumumkan. Operasi besar-besaran oleh militer Myanmar memaksa lebih dari 2.000 orang, sebagian besar berasal dari China dan negara tetangga, untuk melarikan diri ke Thailand. KK Park dikenal sebagai pusat kejahatan siber dan perdagangan manusia, menjadikannya tempat yang layak untuk diserbu.

Tidak hanya itu, laporan menyebutkan bahwa aksi Chen bukanlah sekadar tindakan kriminal pribadi. Dia diduga memperoleh dukungan dari Kementerian Keamanan Publik China, yang memungkinkan operasi penipuan ini berkembang tanpa banyak rintangan. Keterhubungan Chen juga dikaitkan dengan tokoh-tokoh penting di Partai Komunis China, termasuk Huang Kunming, Sekretaris di Provinsi Guangdong. Hal ini menimbulkan spekulasi mengenai sejauh mana pemerintah China terlibat dalam skandal ini.

Reaksi Internasional dan Dalam Negeri

Setelah sanksi yang diterapkan oleh AS, junta Myanmar terlihat bergerak cepat untuk membongkar jaringan tersebut. Di Thailand, pihak berwenang juga menggagalkan upaya penyelundupan perangkat yang diduga akan digunakan untuk mendukung operasi penipuan. Tindakan ini menjadi kontras dengan pendekatan China yang dianggap kurang efektif sepanjang ini.

Meski demikian, respons China terhadap sanksi AS tampaknya minim. Tidak ada kecaman keras atau bantuan bagi warga negara China yang melarikan diri. Hal ini mengundang banyak spekulasi mengenai posisi resmi Beijing dalam isu ini.

Katalis untuk Perubahan

Kritik pun muncul di kalangan netizen China tentang pengelolaan masalah ini oleh pemerintah mereka. Beberapa menyebut bahwa meskipun masalah ini telah berlangsung lama, reaksi dari luar negeri akhirnya mendorong tindakan yang seharusnya telah diambil oleh China. Ketidakmampuan Beijing dalam mengatasi jaringan penipuan ini justru menunjukkan keterbatasan dalam pendekatan diplomatik dan penegakan hukum.

Skandal ini menunjukkan bagaimana jaringan korupsi dan penipuan dapat berkembang dalam bayang-bayang kekuasaan. Masyarakat internasional kini semakin mempertanyakan seberapa jauh lagi praktik semacam ini dapat ditoleransi, mengingat banyaknya penderitaan yang ditimbulkan.

Ketika ribuan orang melarikan diri dari KK Park, muncul pertanyaan mendasar: berapa banyak lagi jaringan seperti Prince Group yang masih beroperasi di bawah pengaruh Beijing? Penegakan hukum yang lebih tegas di tingkat internasional mungkin menjadi langkah penting dalam menghadapi kejahatan lintas negara yang semakin kompleks ini.

Baca selengkapnya di: international.sindonews.com
Exit mobile version