Otoritas Israel baru-baru ini menangkap Imam Besar Masjid Al Aqsa, Syekh Ekrima Sabri. Penangkapan ini terjadi di tengah situasi yang semakin meningkat antara Israel dan Palestina, terutama setelah Syekh Ekrima menyampaikan belasungkawa atas kematian pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam serangan udara Israel di Teheran pada tahun 2024.
Syekh Ekrima, yang berusia 86 tahun, dijadwalkan menghadiri sidang di Pengadilan Magistrat Yerusalem pada tanggal 18 November 2025. Dia menghadapi tuduhan penghasutan, yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum Israel. Tuduhan ini muncul seiring dengan aktivismenya yang berfokus pada pembelaan hak-hak Palestina.
Tim pengacara yang membela Syekh Ekrima menyatakan bahwa tuduhan ini bersifat sewenang-wenang dan merupakan bagian dari penganiayaan politik dan ideologis. Mereka mencatat bahwa sebelumnya, polisi Israel juga telah melarang Syekh Ekrima memasuki Masjid Al Aqsa selama enam bulan. Larangan tersebut dikeluarkan setelah pernyataannya mengenai Haniyeh, yang dinilai sebagai dukungan terhadap Hamas.
Riwayat Penangkapan dan Penganiayaan
Syekh Ekrima kerap menjadi sasaran penangkapan oleh otoritas Israel. Sejak Juli 2024, ia telah menghadapi berbagai tuduhan terkait dakwah yang dianggap mendukung perjuangan Gaza. Tim kuasa hukum mengklaim bahwa tindakan ini adalah bagian dari kampanye lebih luas yang dilancarkan oleh partai dan organisasi sayap kanan di Israel.
Otoritas Israel berpendapat bahwa pernyataan-pernyataan Syekh Ekrima mengarah pada penghasutan dan mendukung terorisme. Namun, tim pengacaranya menolak tuduhan ini, menggambarkan Syekh Ekrima sebagai sosok yang berjuang untuk hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Konteks Sosial Politik
Penangkapan Syekh Ekrima tidak berdiri sendiri. Ini bagian dari tren yang lebih besar di mana otoritas Israel menyasar aktivis dan pemimpin agama yang dianggap berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak ulama dan aktivis Palestina ditangkap dan diadili dengan tuduhan serupa, menciptakan suasana ketegangan yang semakin meningkat di wilayah tersebut.
Syekh Ekrima juga mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap warga Palestina oleh pasukan Israel. Setelah kematian sejumlah warga Gaza, ia kembali membuat pernyataan yang mendukung perjuangan rakyat Palestina. Hal ini semakin memperkuat pandangan sebagian pihak bahwa penangkapannya merupakan alat untuk menekan suara-suara oposisi.
Dampak Terhadap Komunitas Palestina
Penangkapan dan tuduhan terhadap Syekh Ekrima tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada komunitas Muslim di seluruh dunia. Banyak yang melihat tindakan ini sebagai upaya untuk membungkam pendapat yang kritis terhadap kebijakan Israel. Hal ini mungkin memicu gelombang solidaritas di kalangan negara-negara Muslim dan non-Muslim yang mendukung hak asasi manusia.
Masyarakat internasional pun memantau perkembangan hukum ini dengan seksama. Sejumlah lembaga hak asasi manusia telah menyerukan agar otoritas Israel menghentikan penganiayaan terhadap para pemimpin agama dan aktivis yang berjuang untuk hak-hak mereka. Mereka menilai tindakan ini sebagai pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Kesimpulan
Persidangan Syekh Ekrima Sabri akan menjadi sorotan dunia, terutama menyangkut hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Palestina. Penangkapan dan tuduhan penghasutan tersebut memperlihatkan kompleksnya situasi di wilayah Timur Tengah. Hal ini menyoroti perlunya dialog dan penyelesaian damai dalam menghadapi konflik berkepanjangan yang telah memakan banyak korban.
Baca selengkapnya di: www.inews.id




