Garis Pertahanan Terakhir Gagal? Mengapa Batas 1,5°C Krisis Iklim Semakin Dekat

Bumi kini berada pada titik kritis dalam menghadapi perubahan iklim. Batas suhu 1,5°C yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris diperkirakan akan terlampaui dalam beberapa tahun ke depan. Meskipun berbagai upaya mitigasi global terus dilakukan, keadaan ini semakin sulit untuk dihindari.

Suhu rata-rata global telah mendaki sekitar 1,3°C. Beberapa bulan terakhir bahkan mencatat suhu di atas 1,5°C, memberikan indikasi bahwa angka tersebut bukan lagi sekadar ancaman. Johan Rockström, Direktur Institut Penelitian Iklim Potsdam, memperingatkan bahwa mendekati angka tersebut membawa kita pada risiko besar untuk memicu perubahan sistem Bumi yang permanen.

Apa saja risiko jika batas 1,5°C terlampaui? Penelitian menunjukan beberapa dampak signifikan. Pertama, kepunahan terumbu karang secara global akan semakin mungkin terjadi. Kedua, gelombang panas mematikan akan meningkat drastis. Ketiga, potensi runtuhnya sistem hutan Amazon dan mencairnya lapisan es di Greenland serta Antartika juga menjadi ancaman nyata.

Meskipun risiko tampak menakutkan, masih ada harapan di tengah tantangan ini. Simon Stiell, Kepala Iklim PBB, menyampaikan bahwa meskipun melewati ambang batas 1,5°C hampir pasti, tujuan tersebut tetap harus dipertahankan. Konsep overshoot menyatakan bahwa setelah emisi gas rumah kaca ditekan mendekati nol, penyerap karbon alami seperti hutan dan lautan diharapkan dapat menyerap kembali karbon dari atmosfer.

Namun, Harapan ini tidak cukup tanpa pengurangan emisi yang signifikan. Ottmar Edenhofer, Ketua Dewan Penasihat Ilmiah Eropa untuk Perubahan Iklim, menegaskan, “Tanpa penghilangan karbon dioksida dalam jumlah besar, mustahil untuk bisa mengelola skenario kelebihan emisi ini.”

Ketidakpastian masih membayangi kapan bahaya besar ini akan terjadi. Model analisis terbaru dari Climate Action Tracker memprediksi bahwa batas 1,5°C akan terlampaui sekitar tahun 2030. Suhu global diperkirakan bisa mencapai 1,7°C sebelum mulai menurun pada tahun 2060-an, itu pun jika seluruh negara mengambil langkah agresif untuk menurunkan emisi.

Rockström juga mengingatkan kita tentang peluang yang hilang. Satu dekade lalu, kita masih memiliki kesempatan untuk menghindari overshoot. Kini, lambatnya respons global membuat keadaan semakin rumit. Setiap langkah kecil dalam pengurangan emisi kini menjadi krusial. Masa depan Bumi belum sepenuhnya ditetapkan, tetapi waktu yang tersisa semakin menipis.

Bumi kini sangat membutuhkan tindakan kolektif dari seluruh dunia. Berbagai negara perlu bekerja sama untuk menerapkan kebijakan yang mendukung pengurangan emisi secara efektif. Jika tidak, konsekuensi dari krisis iklim ini akan semakin mengancam kelangsungan hidup manusia dan ekosistem di seluruh dunia.

Dalam hal ini, setiap individu juga memiliki peran penting. Mengurangi jejak karbon pribadi, mendukung produk berkelanjutan, dan menyuarakan pentingnya tindakan terhadap perubahan iklim bisa menjadi awal yang baik. Dalam konteks global, upaya ini mungkin kecil, namun memiliki dampak besar ketika dikumpulkan dalam skala besar.

Krisis iklim bukan hanya isu lingkungan, tetapi juga sosial dan ekonomi. Tantangan ini memerlukan solusi holistik yang mencakup semua aspek kehidupan. Dengan demikian, menghadapi tantangan ini merupakan kewajiban kita bersama, untuk menjaga Bumi yang layak huni bagi generasi mendatang.

Baca selengkapnya di: www.suara.com
Exit mobile version