Semakin banyak maskapai penerbangan internasional yang membatalkan penerbangan menuju dan dari Venezuela. Keputusan ini menyusul peringatan dari badan penerbangan Amerika Serikat (FAA) kepada maskapai untuk lebih berhati-hati ketika melintas di wilayah udara Venezuela. Peringatan tersebut terkait dengan munculnya isu serangan militer AS yang berpotensi membahayakan keselamatan penerbangan.
Situasi politik di Venezuela semakin memanas dengan meningkatnya aktivitas militer AS di Laut Karibia. Pada tanggal 23 November 2025, setidaknya tujuh maskapai internasional resmi membatalkan penerbangan mereka. Ini merupakan peningkatan signifikan dari dua hari sebelumnya yang hanya mencatat dua pembatalan. Maskapai yang menghentikan penerbangan tanpa batas waktu termasuk TAP, LATAM, Avianca, Iberia, Gol, dan Karibia. Sementara itu, Turkish Airlines memutuskan untuk menangguhkan penerbangannya dari 24 hingga 28 November.
Presiden Asosiasi Maskapai Penerbangan Venezuela, Marisela de Loaiza, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini. Mereka melihat bahwa ketidakpastian akan keadaan keamanan di Venezuela sangat berisiko untuk industri penerbangan. Pembatalan ini berdampak langsung terhadap ekonomi negara dan mobilitas penduduk, yang tergantung pada transportasi udara.
Dalam situasi ini, Presiden Kolombia, Gustavo Petro, mengecam penghentian penerbangan oleh maskapai-maskapai tersebut. Melalui unggahannya di media sosial X, Petro menyerukan maskapai untuk melanjutkan penerbangan reguler. Ia menekankan bahwa memblokade negara sama dengan memblokade manusia, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
FAA juga memberikan peringatan kepada para pilot mengenai potensi ancaman di semua ketinggian. Bahkan, pesawat yang sedang lepas landas dan mendarat di Venezuela pun diingatkan untuk lebih waspada. Peringatan ini bertujuan agar maskapai dan pilot bersiap menghadapi ancaman yang mungkin timbul, termasuk saat pesawat berada di darat.
Meningkatnya tensi ini dapat dikaitkan dengan kebijakan luar negeri Presiden AS, Donald Trump, yang memberikan tekanan kepada pemerintahan Nicolás Maduro. Pasukan militer AS turut serta dalam pengembangan kekuatan, termasuk merakit kapal induk USS Gerald R Ford di perairan Karibia. Latihan-latihan ini seringkali bersifat provokatif dan meningkatkan kecemasan di kalangan negara-negara tetangga serta maskapai penerbangan.
Sejumlah maskapai menghadapi dilema dalam mengambil keputusan untuk tetap beroperasi atau menghentikan penerbangan. Mereka harus mempertimbangkan keselamatan penumpang dan kru di tengah kondisi politik yang tidak stabil. Di sisi lain, menghentikan operasi juga berdampak negatif pada pendapatan dan ikatan dengan pelanggan yang membutuhkan layanan penerbangan.
Data terbaru menunjukkan bahwa sejumlah rute penerbangan yang biasanya ramai kini sepi. Maskapai berharap kondisi dapat stabil agar penerbangan dapat dilanjutkan kembali. Para penumpang pun mulai merasakan efek dari pembatalan ini, dengan banyak yang harus mencari alternatif perjalanan atau menunda rencana mereka.
Kepentingan ekonomi dan keamanan menjadi pertimbangan utama bagi maskapai dalam mengambil keputusan. Mereka berupaya untuk menavigasi antara risiko yang ada dan kebutuhan pasar. Situasi di Venezuela, yang diwarnai oleh ketegangan politik dan militer, terus menarik perhatian dunia internasional. Banyak pihak berharap kerjasama antarnegara dapat terjalin agar penerbangan kembali lancar, sekaligus menjaga keselamatan semua pihak.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa ketidakpastian politik bisa berdampak besar pada industri penerbangan. Maskapai harus mampu beradaptasi dengan situasi yang dinamis dan sering berubah. Kewaspadaan yang diambil akan menentukan kelangsungan operasi mereka di wilayah yang penuh risiko ini.
Baca selengkapnya di: www.inews.id




