
Jepang mengumumkan rencana untuk menempatkan sistem rudal darat-ke-udara di dekat Taiwan. Hal ini dilakukan di tengah ketegangan yang meningkat dengan China terkait status pulau tersebut. Menurut Menteri Pertahanan Jepang, Shinjiro Koizumi, langkah ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan Jepang.
Koizumi menegaskan bahwa pengerahan sistem rudal di Pulau Yonaguni, yang berjarak sekitar 110 km dari Taiwan, berjalan sesuai rencana. Ia mengungkapkan bahwa langkah ini dapat mengurangi risiko serangan terhadap negara mereka. “Pandangan bahwa hal ini akan meningkatkan ketegangan regional tidaklah akurat,” ujar Koizumi dalam konferensi pers.
Keputusan ini mencerminkan kekhawatiran Tokyo atas kekuatan militer China yang semakin meningkat. Ketegangan ini semakin tajam setelah Perdana Menteri Sanae Takaichi mengeluarkan komentar mengenai kemungkinan Jepang untuk mengerahkan militernya jika China menyerang Taiwan. Komentar ini memicu kemarahan Beijing dan respons ekonomi negatif.
Setelah pernyataan Takaichi, pemerintah Jepang kembali ke kebijakan sebelumnya, menghindari diskusi tentang skenario militer yang spesifik. Namun, Beijing menuntut agar Jepang mencabut pernyataan tersebut, yang dianggap menantang posisi China terhadap Taiwan.
Sebelum mengunjungi Yonaguni, Koizumi juga meninjau pangkalan militer lainnya di Pulau Ishigaki dan Miyako. Pulau Ishigaki dilengkapi dengan rudal antikapal, sedangkan Miyako berfungsi sebagai pusat pengawasan udara. Pangkalan-pangkalan ini dirancang untuk mendukung sistem pertahanan Jepang di wilayah yang semakin strategis.
Di Yonaguni, sebuah fasilitas radar pengawasan beroperasi untuk memantau aktivitas maritim dan udara di sekitarnya. Fasilitas ini juga memiliki unit peperangan elektronik yang diperkenalkan pada 2024. Unit ini dapat mengganggu komunikasi musuh, memberi Jepang keunggulan dalam situasi konflik.
Kondisi geopolitik di kawasan ini kian kompleks. Dalam beberapa pekan terakhir, militer Amerika Serikat melakukan latihan di daerah tersebut, berfokus pada simulasi pengiriman pasokan dari Okinawa ke Yonaguni. Latihan ini mencerminkan kesiapan untuk merespons potensi krisis regional.
Ketegangan antara Jepang dan China terus meningkat. Media di China mempertanyakan kedaulatan Jepang atas kepulauan Ryukyu, yang dianggap sebagai wilayah strategis. Meski mayoritas penduduk Ryukyu tidak menginginkan kemerdekaan, mereka khawatir akan dampak dari pembangunan fasilitas militer di kawasan tersebut.
Pangkalan di Yonaguni bukan hanya penting secara strategis, tapi juga memiliki nilai ekonomis sebagai tujuan wisata, terutama bagi penyelam. Akan tetapi, lokasinya yang dekat dengan Taiwan menjadikannya titik fokus dalam konteks pertahanan regional.
Dengan langkah Jepang ini, banyak yang khawatir akan terjadi peningkatan ketegangan di kawasan. Namun, pemerintah Jepang berusaha menjelaskan bahwa tindakan ini adalah untuk perlindungan dan stabilitas kawasan. Hal ini menunjukkan bagaimana dinamika kekuatan di Asia Timur terus berubah, mendorong negara-negara untuk memperkuat posisi militer mereka.
Jepang, yang sebelumnya mengedepankan kebijakan damai pasca Perang Dunia II, kini terlihat semakin tegas dalam menyikapi ancaman regional. Langkah-langkah ini akan berlanjut seiring meningkatnya kekhawatiran terhadap potensi konflik yang melibatkan Taiwan dan China.
Strategi pertahanan Jepang ke depan kemungkinan akan terus berkembang, sejalan dengan keterlibatan mereka dalam kerjasama internasional, terutama dengan Amerika Serikat. Hal ini menandakan bahwa Jepang tak hanya merespons situasi saat ini, tetapi juga mempersiapkan diri untuk tantangan di masa mendatang.
Baca selengkapnya di: news.okezone.com




