Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru saja mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait imigrasi. Ia berencana untuk menangguhkan izin tinggal bagi warga asing dari negara-negara yang ia sebut sebagai "negara dunia ketiga", termasuk Indonesia. Rencana tersebut disampaikan melalui media sosial pada tanggal 27 November 2025, sehari setelah insiden penembakan yang menewaskan seorang anggota Garda Nasional di Washington, D.C.
Pernyataan ini muncul dalam konteks keamanan nasional yang sedang hangat diperbincangkan. Tersangka penembakan teridentifikasi sebagai warga negara Afghanistan yang menerima suaka di AS pada September 2021. Tindakan Trump semakin mengukuhkan kebijakan anti-imigrasinya, yang ditandai dengan larangan bagi individu dari negara-negara yang menurutnya berpotensi membawa risiko bagi keamanan.
Salah satu poin utama pernyataan Trump adalah niatnya untuk membatalkan "jutaan" penerimaan imigran yang disetujui oleh pemerintahan Joe Biden. Dalam ujarannya, Trump menyebut akan mendeportasi mereka yang dianggap tidak memberikan kontribusi positif bagi AS. Ia juga menekankan bahwa tunjangan dan subsidi federal akan dihentikan bagi warga negara non-AS, serta mengancam deportasi bagi mereka yang diangap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut di barat.
Trump menegaskan, “Saya akan menghentikan sementara migrasi dari semua negara dunia ketiga agar sistem AS dapat pulih sepenuhnya.” Pernyataan ini mencerminkan upaya Trump untuk memperkuat posisi politiknya di tengah ketidakpastian sosial dan ekonomi. Ia menekankan pentingnya kehadiran individu yang dianggap sebagai aset bagi masyarakat AS.
Daftar Negara yang Jadi Perhatian
Pemerintah Trump mengumumkan akan melakukan pemeriksaan ketat terhadap pengungsi dari 19 negara yang menjadi fokus, termasuk:
- Afghanistan
- Kuba
- Haiti
- Iran
- Somalia
- Libya
- Sudan
- Yaman
- Venezuela
Negara-negara tersebut dianggap berisiko dan menjadi perhatian khusus bagi keamanan nasional. Ini juga menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam kebijakan imigrasi yang berdampak langsung pada calon imigran dari negara-negara ini.
Tindakan Selanjutnya
Dalam rangka menanggulangi masalah ini, pemerintah Trump berencana untuk melakukan peninjauan kasus suaka yang diterima di bawah pemerintahan sebelumnya. Ini termasuk meninjau semua aplikasi yang telah disetujui, yang membuat banyak imigran merasa terancam. Seorang juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri mengonfirmasi bahwa mereka sedang meninjau semua kasus tersebut.
Trump mengklaim bahwa kebijakannya ini bertujuan untuk mengurangi jumlah imigran ilegal dan meningkatkan keamanan. Ia beralasan bahwa "migrasi terbalik" adalah cara efektif untuk menyembuhkan situasi yang saat ini dihadapi oleh negara.
Sejak awal masa kepemimpinannya, Trump telah menempatkan kebijakan imigrasi sebagai salah satu prioritas utama. Konsekuensi dari kebijakan ini bukan hanya dirasakan oleh imigran, tetapi juga oleh ketegangan sosial yang terjadi di masyarakat AS. Kebijakan ini dapat memicu reaksi dari berbagai kelompok aktivis hak asasi manusia yang mengutuk tindakan diskriminatif.
Insiden penembakan yang terjadi baru-baru ini berfungsi sebagai argumen kuat bagi Trump untuk menguatkan pendapat publik tentang perlunya pengawasan ketat terhadap imigran. Dengan semakin meningkatnya retorika anti-imigrasi, banyak yang memprediksi dampak jangka panjang dari kebijakan ini akan terus berlanjut, termasuk terhadap hubungan diplomatik dengan negara-negara yang warganya terancam oleh kebijakan baru ini.
Pembersihan yang dilakukan oleh pemerintahan Trump terhadap kebijakan imigrasi jelas sangat mempengaruhi banyak individu yang mencita-citakan kehidupan lebih baik di AS. Masyarakat internasional akan memantau bagaimana pelaksanaan kebijakan ini dan dampaknya pada hubungan antara AS dan negara-negara lain, termasuk Indonesia.





