Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, baru saja mengungkapkan permintaan maaf kepada komunitas Yahudi di Australia. Permohonan tersebut menyusul insiden penembakan di Pantai Bondi, Sydney, yang menewaskan beberapa orang dan menimbulkan kepedihan, serta kemarahan publik.
Albanese mengakui bahwa insiden tersebut membawa dampak emosional yang mendalam. Dalam acara peringatan korban yang digelar pada Minggu malam, dia menyadari kemarahan masyarakat yang tertuju padanya. “Sebagian dari kemarahan itu ditujukan kepada saya, dan saya memahaminya,” kata Albanese. Ia menambahkan bahwa tanggung jawab moral atas kejadian ini menjadi beban berat baginya.
Pernyataan maaf ini muncul di tengah kontroversi mengenai pendekatan pemerintahnya terhadap penyelidikan pasca serangan. Albanese menolak untuk membentuk komisi kerajaan nasional dan memilih untuk menggunakan tinjauan yang dipimpin mantan kepala intelijen Australia, Dennis Richardson. Menurutnya, metode ini dinilai lebih cepat dan efektif dalam mengidentifikasi masalah yang ada dalam sistem keamanan.
Saat penyelidikan berlangsung, Albanese juga mengumumkan langkah-langkah untuk memperketat undang-undang terkait ujaran kebencian. Dia menyebutkan meningkatnya ekstremisme dan antisemitisme sebagai alasan di balik tindakan ini. Pemerintah berencana mengadakan konsultasi publik untuk mendapatkan dukungan luas terhadap usulan legislasi tersebut.
Jaksa Agung Michelle Rowland ikut menyoroti pentingnya meningkatkan hukum terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan ujaran kebencian. Ia menunjukkan bahwa saat ini terdapat 33 orang yang dihadapkan dengan proses hukum terkait terorisme, dan 17 di antaranya anak di bawah umur. “Radikalisasi di kalangan pemuda harus diatasi,” ujarnya tegas.
Menteri Dalam Negeri Tony Burke pun menambahkan rencana untuk membentuk daftar organisasi-organisasi yang menyebarkan ideologi ekstrem di Australia. Ini bertujuan untuk mencegah aktivitas kelompok yang belum terdaftar secara resmi sebagai organisasi teroris, namun terindikasi menyebarluaskan kebencian.
Respons pemerintah terhadap insiden ini memicu perdebatan di kalangan politik. Oposisi mendesak perlunya pembentukan komisi kerajaan nasional dengan tujuan menangani antisemitisme dan ekstremisme secara lebih komprehensif. Namun, Albanese menilai usulan tersebut tidak realistis dan berpotensi memperlambat tindak lanjut yang dianggap mendesak.
Untuk menanggapi meningkatnya suara publik yang meminta tindakan tegas, Albanese mengedepankan urgensi dan persatuan sebagai respons yang diharapkan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Australia berada di bawah tekanan yang cukup besar untuk mengatasi isu yang mendasar, yaitu terorisme dan antisemitisme.
Di sisi lain, Menlu Zionis Israel juga menyerukan agar warga Yahudi yang berada di luar negeri kembali ke Israel setelah insiden penembakan tersebut. Hal ini merujuk pada Hukum Kembali Israel yang memberi hak kepada warga Yahudi di seluruh dunia untuk berimigrasi.
Komunitas Yahudi di Australia kini berada di tengah perhatian publik yang lebih besar. Berbagai upaya untuk menangani ekstremisme dan antisemitisme diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi mereka. Selain itu, keterbukaan pemerintah untuk berkolaborasi dengan komunitas Yahudi menjadi langkah penting ke depan.
Masyarakat Australia kini menunggu implementasi dari langkah-langkah hukum dan kebijakan baru ini. Situasi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi negara dalam menjaga keamanan sekaligus menghormati keragaman dan kebebasan setiap warganya.
