Penggunaan rokok elektronik atau vape semakin mendapatkan perhatian serius dari pemerintah di berbagai negara. Tren ini terlihat dari penerapan larangan terhadap produk vape, yang dipicu oleh kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat. Sejumlah negara mulai menerapkan larangan penuh, dengan Singapura menganggap pelanggaran terkait vape sejajar dengan kasus narkoba, memberikan denda besar dan ancaman penjara bagi pelanggar.
Bahaya Vaping Menurut WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa vape, termasuk berbagai varian rasa, seharusnya diperlakukan sama seperti rokok tembakau. Sejak Juli 2023, sebanyak 34 negara di dunia, termasuk Brasil, India, dan Iran, sudah melarang penggunaan vape. Meski demikian, pelaksanaan larangan ini masih terganjal oleh peredaran produk-produk ini di pasar gelap.
Data menunjukkan bahwa penggunaan vape tidak membantu perokok berhenti dari rokok konvensional. Justru, vape justru memicu kecanduan nikotin di kalangan anak-anak dan remaja. WHO melaporkan bahwa pemasaran agresif vape telah berhasil merekrut pengguna muda, dengan banyak dari mereka berusia antara 13 hingga 15 tahun.
Risiko Kesehatan yang Meningkat
Salah satu risiko utama dari vaping adalah potensi ketagihan. Vape mengandung nikotin yang bisa menimbulkan efek adiktif berkat kemampuannya untuk merangsang pelepasan dopamin di otak. Hal ini menjadikannya bukan sebagai alternatif berhenti merokok, tetapi justru menambah jumlah perokok.
Selain ketagihan, vape juga memiliki dampak serius pada kesehatan paru-paru. Sementara tidak menggunakan tembakau, bahan-bahan dalam vape dapat menyebabkan peradangan pada paru-paru. Misalnya, zat diasetil dalam beberapa cairan vape bisa menyebabkan kondisi langka bernama popcorn lung. Vitamin E asetat yang ditemukan dalam beberapa produk juga dapat mengiritasi paru-paru pengguna.
Selanjutnya, penggunaan vape juga merugikan fungsi jantung. Nikotin yang diserap ke dalam aliran darah dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, yang berpotensi menambah risiko gangguan jantung. Dampak buruk ini tidak hanya berlaku pada pengguna, tetapi juga dapat memengaruhi janin dan anak-anak. Paparan nikotin bagi ibu hamil bisa mengganggu perkembangan janin, sementara anak-anak bisa mengalami gangguan perkembangan otak serta kualitas tidur.
Meningkatnya Risiko Kanker
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vape juga berpotensi meningkatkan risiko kanker. Beberapa produk vape diketahui mengandung zat karsinogen seperti formaldehida. Selain itu, cairan nikotin yang tidak sengaja kontak dengan kulit atau tertelan oleh anak-anak dapat menyebabkan keracunan serius. Oleh karena itu, penting untuk membuang perangkat vape dengan cara yang aman.
Kebijakan Global dan Respons Masyarakat
Larangan vape di berbagai negara mencerminkan keprihatinan global tentang bahaya produk ini, baik dari sisi kesehatan maupun sosial. Masyarakat semakin menyadari risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan rokok elektronik, dan banyak kalangan mendesak pemerintah untuk mengambil sikap tegas terhadap peredaran vape.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, risiko-risiko yang ada di dalam penggunaan vape patut diperhatikan dengan serius. Pengetahuan publik harus ditingkatkan tentang bahaya yang ditimbulkan, untuk melindungi generasi muda dari kecanduan yang dapat mengganggu perkembangan mereka.
Dalam konteks ini, banyak negara mulai mengambil langkah-langkah untuk memperketat regulasi dan meningkatkan kesadaran akan bahaya vape, menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi masyarakat. Dengan meningkatnya perhatian global, diharapkan tindakan lebih lanjut dapat diambil untuk memastikan bahwa kesehatan masyarakat tetap terjaga dari produk yang berpotensi berbahaya ini.





